Sunday, October 17, 2010

Ini saja




Bapak-ibu,
Terima kasih atas ketulusan kasih sayang yang kalian berikan

Bapak-ibu,
Terima kasih atas keikhlasan doa yang kalian lamatkan ditengah malam

Bapak-ibu,
Terima kasih atas kebaikan yang mengalir tercurah tanpa lelah

Bapak-ibu,
Terima kasih atas air mata yang mengalir tanpa pamrih

Bapak-ibu ,
Terima kasih telah tidak menjadikanku majusi, yahudi dan nasrani

Bapak-ibu,
Terima kasih telah menuliskan serangkaian kesabaran dalam hati

Bapak-ibu,
Terima kasih telah menodai hati kami dengan berjuta akhlaq kebaikan

Bapak-ibu,
Terima kasih telah mematri hati kami dengan ayat-ayat-Nya

Bapak-ibu,
Terima kasih atas pengajaran dalam memahami semua ayat semesta melalui sosokmu

Bapak-ibu,
Terima kasih telah menjadi orang tua kami

Keikhlasan dan kesabaran kalian menjadikan kami memakai mantra ini untuk mencintai , ikhlas dan sabar menjadikan bapak-ibu orang tua kami karena Allah

Bapak-ibu,
Tentang sikapku, tentang ucapku, tentang salahku, tentang sifatku dan segala hal dalam hidupku yang bersinggungan denganmu, maaf. Kaulah kecintaanku, perempuan dan laki-laki yang akan kusayangi sampai aku mati.*




Bapak-ibu,
Terimakasih, itu saja.












Salamku, enha.
-* diubah dari kutipan fahd djibran dalam novel Rahim.

women of the day



mengenangmu diee, sudah lama tak bersua….
Rindu suara khasmu…
Diana sekali….

Perempuan. Kecil, mungil, berkulit hitam dan berkacamata—itu lah yang dapat aku dan mungkin kau juga, ketika melihat sosok perempuan ini. kuceritakan dalam bentuk deskripsi pendek. Sangat pendek. Ada satu hal yang membuatku familiar dengannya. Satu hal yang membuat aku tak meragukan sosoknya lagi. Dan satu hal yang membuatku terpingkal-pingkal jika mendengarkan dia bercerita. Yang tak lain adalah aksen Maduranya, yang telah mendarahdaging. Ya iyalah, perempuan yang satu ini berasal dari Situbondo,dimana bahasa Madura sebagai bahasa ibu, yang digunakan oleh mayoritas masyarakat daerah tapal kuda itu.

Sosoknya mungkin tak se”penting” teman-temannya di kampus fakultas sastra jember. mungk in kita yang tak mengenal sosoknya akan Jugde a book by it’s cover. “Melihat” seseorang dari apa yang tampak oleh kacamata kita. Menilainya dengan sebelah mata. Lebih tepat meng-underestimate nya. Ah, bisa apa sih anak itu. biasa aja. Masuk universitas saja mungkin sebuah keberuntungan buatnya, pikir kita. Akupun tak luput dari pikiran bodoh dan tak manusiawi itu. sungguh bodoh.
Dia yang bernama Diana Mahfud.

Diee…,begitu kiranya aku sering menyebutnya. Kali ini, aku dan pikiran bodohku tentang dirinya terbakar, terbang, hilang, dan tak tau rimbanya pikiran bodoh itu pergi. Samar-samar asapnya pun tak terlihat oleh pandangan mataku. Bukan hanya kabur, tapi terusir oleh kehendakNya. Kosong.
Kali ini yang terlihat pada sosok mu adalah, Kau memang ajaib. Kau memang unik. Kau memang salah satu makhlukNya yang menginspirasi aku—manusia bodoh. You are my inspiring women. Andai wanita seluruh dunia ini tau kisah mu yang sederhana dalam hidup. Kau pasti menjadi salah satu inspirasi wanita di seluruh penjuru dunia.

Disuatu pagi, pertemuan kita yang tak terjadwal sebelumnya. Kau bercerita panjang lebar tentang hobby mu menggambar. Aku akui memang, gambaranmu sungguh luar biasa. Kau biarkan jari-jarimu menari dengan lunglai, menggores kertas putih sederhana dengan wajah-wajah manusia yang kau kenal dan tak kau ketahui, siapa dia yang kau sketsa. Puluhan bahkan ratusan mungkin, sketsa-sketsa yang sudah kau lukis. Dari teman-teman sekampus, bahkan kakak-kakak kelas yang minta di sketsa wajahnya olehmu tanpa bayar alias gratis,seGratis air hujan.

Akupun tak luput sebagai klienmu. Kali ini ku minta kau, mensketsa foto nenek dan kakekku. Kau pun menganggukkan kepalamu tanda setuju. Tapi…, katamu menjawab sambil tersendat. Sekarang nggak gratis. Aku pasang tarif untuk satu buah sketsa. Tarifnya, tarif pacar!. Katanya sambil sdikit ketawa. Maksudmu apa diee,,,? Tanyaku penasaran. Ya tarif pacar…, “tariff—apapun akan diberikan buat pacar”. Berarti buat aku, nilai satu sketsa adalah kau memberikan apa yang aku minta. Karena antara aku (pelukis) dank kau (pemesan/klien) adalah ada ikatan “in relationship,” katanya sambil tertawa puas. Akupun tertawa terpingkal-pingkal antara mendengarnya bercerita dan mendengar aksen maduranya yang khas Diana sekali.

Tariff pacar ini terinpirasi oleh peristiwa-peristiwa lucu yang terjadi di sekitar orang-orang atau sahabat-sahabat terdekatnya yang dapat ditangkap oleh kacamata dan mata batinya. Salah satu ceritanya tentang sahabatnya yang seperti pembantu rumah tangga saja, mau disuruh ini-itu oleh sang pacar. Disuruh masak tiap pagi. Laptop nya tak pernah pulang-pulang, karena dipakai sang pacar. Jaket baru yang baru dipakai tak lebih dari dua kali pemakain, sekarang sudah pindah tangan si pacar dan sepertinya tak ada waktu untuk kembali kepelukannya. Ah,kamu ini mau aja ya jadi romusha! Ini-itu mau diatur orang lain. Dia kan Cuma pacar. Cuma pacar. bukan suamimu.,cerita Diana padaku yang asik mendengarnya sambil tersenyum mengenang trageditragedi lucu dan bodoh itu. peristiwa-peristiwa kecil setiap detiknya selalu menggelitik tangan dan pikirannya untuk di ditulis dalam sebuah cerita pendek. Salah satunya cerita tentang sahabatnya itu.

Sungguh! dunia ini banyak hal yang bisa kita tulis, rul. Tutup Diana, sambil meringis mengakhiri ceritanya.

Tuhan. pagi itu dia lah women of the day buatku. Kata-kata terakhirnya terngiang-ngiang ditelingaku, tak henti-henti membentuk paduan suara yang menyanyikan lagu Indonesia raya. Simple.sederhana. tapi penuh daya magis. Buatku khususnya.

Diana tak hanya berbakat dalam melukis, tapi juga bercerita. Tak hanya lisan tapi juga tertuang indah dalam tiap tulisan-tulisannya. Cerpenmu yang berjudul “daster untuk ibu” sudah aku baca. Bagus.,Kataku mengalihkan topic. Kemarin aku baca lewat websitenya si Zaki yang di taq ke social network—FB (facebook). Diana terkejut, mendengar ceritaku. Masak?!koq zaki nggak bilang aku?!katanya bertanya-tanya sendiri.

...

Diee..Cerpenmu yang masuk nominasi urutan ke 6 sejawa timur boleh aku baca?

Diana tersenyum.

Kamu mau baca?merepetisi pertanyaanku.

Boleh kan?kataku.

Boleh lah, besok aku kasih hardcopynya ke kamu ya…!

Ok.jawabku, senang.

Kalau boleh tau tentang apa sih cerpen itu sampai bisa masuk juara ke 6 Se-Jatim?

Poligami, jawabnya enteng.

Apa ?aku terkejut, tak menyangka.

….



….

….

….



Setelah sebuah obralan inspiring itu, dan sebuah janji untuk kembali bersua itu, aku tak pernah lagi melihat batang hidungnya. Kangen….









cheers;-) enh.

women of the day





mengenangmu diee, sudah lama tak bersua….
Rindu suara khasmu…
Diana sekali….


Perempuan. Kecil, mungil, berkulit hitam dan berkacamata—itu lah yang dapat aku dan mungkin kau juga, ketika melihat sosok perempuan ini. kuceritakan dalam bentuk deskripsi pendek. Sangat pendek. Ada satu hal yang membuatku familiar dengannya. Satu hal yang membuat aku tak meragukan sosoknya lagi. Dan satu hal yang membuatku terpingkal-pingkal jika mendengarkan dia bercerita. Yang tak lain adalah aksen Maduranya, yang telah mendarahdaging. Ya iyalah, perempuan yang satu ini berasal dari Situbondo,dimana bahasa Madura sebagai bahasa ibu, yang digunakan oleh mayoritas masyarakat daerah tapal kuda itu.

Sosoknya mungkin tak se”penting” teman-temannya di kampus fakultas sastra jember. mungk in kita yang tak mengenal sosoknya akan Jugde a book by it’s cover. “Melihat” seseorang dari apa yang tampak oleh kacamata kita. Menilainya dengan sebelah mata. Lebih tepat meng-underestimate nya. Ah, bisa apa sih anak itu. biasa aja. Masuk universitas saja mungkin sebuah keberuntungan buatnya, pikir kita. Akupun tak luput dari pikiran bodoh dan tak manusiawi itu. sungguh bodoh.
Dia yang bernama Diana Mahfud.

Diee…,begitu kiranya aku sering menyebutnya. Kali ini, aku dan pikiran bodohku tentang dirinya terbakar, terbang, hilang, dan tak tau rimbanya pikiran bodoh itu pergi. Samar-samar asapnya pun tak terlihat oleh pandangan mataku. Bukan hanya kabur, tapi terusir oleh kehendakNya. Kosong.
Kali ini yang terlihat pada sosok mu adalah, Kau memang ajaib. Kau memang unik. Kau memang salah satu makhlukNya yang menginspirasi aku—manusia bodoh. You are my inspiring women. Andai wanita seluruh dunia ini tau kisah mu yang sederhana dalam hidup. Kau pasti menjadi salah satu inspirasi wanita di seluruh penjuru dunia.

Disuatu pagi, pertemuan kita yang tak terjadwal sebelumnya. Kau bercerita panjang lebar tentang hobby mu menggambar. Aku akui memang, gambaranmu sungguh luar biasa. Kau biarkan jari-jarimu menari dengan lunglai, menggores kertas putih sederhana dengan wajah-wajah manusia yang kau kenal dan tak kau ketahui, siapa dia yang kau sketsa. Puluhan bahkan ratusan mungkin, sketsa-sketsa yang sudah kau lukis. Dari teman-teman sekampus, bahkan kakak-kakak kelas yang minta di sketsa wajahnya olehmu tanpa bayar alias gratis,seGratis air hujan.

Akupun tak luput sebagai klienmu. Kali ini ku minta kau, mensketsa foto nenek dan kakekku. Kau pun menganggukkan kepalamu tanda setuju. Tapi…, katamu menjawab sambil tersendat. Sekarang nggak gratis. Aku pasang tarif untuk satu buah sketsa. Tarifnya, tarif pacar!. Katanya sambil sdikit ketawa. Maksudmu apa diee,,,? Tanyaku penasaran. Ya tarif pacar…, “tariff—apapun akan diberikan buat pacar”. Berarti buat aku, nilai satu sketsa adalah kau memberikan apa yang aku minta. Karena antara aku (pelukis) dank kau (pemesan/klien) adalah ada ikatan “in relationship,” katanya sambil tertawa puas. Akupun tertawa terpingkal-pingkal antara mendengarnya bercerita dan mendengar aksen maduranya yang khas Diana sekali.

Tariff pacar ini terinpirasi oleh peristiwa-peristiwa lucu yang terjadi di sekitar orang-orang atau sahabat-sahabat terdekatnya yang dapat ditangkap oleh kacamata dan mata batinya. Salah satu ceritanya tentang sahabatnya yang seperti pembantu rumah tangga saja, mau disuruh ini-itu oleh sang pacar. Disuruh masak tiap pagi. Laptop nya tak pernah pulang-pulang, karena dipakai sang pacar. Jaket baru yang baru dipakai tak lebih dari dua kali pemakain, sekarang sudah pindah tangan si pacar dan sepertinya tak ada waktu untuk kembali kepelukannya. Ah,kamu ini mau aja ya jadi romusha! Ini-itu mau diatur orang lain. Dia kan Cuma pacar. Cuma pacar. bukan suamimu.,cerita Diana padaku yang asik mendengarnya sambil tersenyum mengenang trageditragedi lucu dan bodoh itu. peristiwa-peristiwa kecil setiap detiknya selalu menggelitik tangan dan pikirannya untuk di ditulis dalam sebuah cerita pendek. Salah satunya cerita tentang sahabatnya itu.

Sungguh! dunia ini banyak hal yang bisa kita tulis, rul. Tutup Diana, sambil meringis mengakhiri ceritanya.

Tuhan. pagi itu dia lah women of the day buatku. Kata-kata terakhirnya terngiang-ngiang ditelingaku, tak henti-henti membentuk paduan suara yang menyanyikan lagu Indonesia raya. Simple.sederhana. tapi penuh daya magis. Buatku khususnya.
Diana tak hanya berbakat dalam melukis, tapi juga bercerita. Tak hanya lisan tapi juga tertuang indah dalam tiap tulisan-tulisannya. Cerpenmu yang berjudul “daster untuk ibu” sudah aku baca. Bagus.,Kataku mengalihkan topic. Kemarin aku baca lewat websitenya si Zaki yang di taq ke social network—FB (facebook). Diana terkejut, mendengar ceritaku.

Masak?!koq zaki nggak bilang aku?!katanya bertanya-tanya sendiri.

Diee..Cerpenmu yang masuk nominasi urutan ke 6 sejawa timur boleh aku baca?

Diana tersenyum.

Kamu mau baca?merepetisi pertanyaanku.

Boleh kan?kataku.

Boleh lah, besok aku kasih hardcopynya ke kamu ya…!

Ok.jawabku, senang.

Kalau boleh tau tentang apa sih cerpen itu sampai bisa masuk juara ke 6 Se-Jatim?

Poligami, jawabnya enteng.

Apa ?aku terkejut, tak menyangka.
….



….

….

….



Setelah sebuah obralan inspiring itu, dan sebuah janji untuk kembali bersua itu, aku tak pernah lagi melihat batang hidungnya. Kangen….









Monday, October 4, 2010

snow girl



Yang harus dilakukan seseorang dalam mimpi-mimipinya, hanyalah meyakininya. Karena Tuhan pasti memeluk erat mimpi-mimpi hambaNya. Dan karena Tuhan itu adalah menurut prasangka tiap makhlukNya. Maka tunggulah dengan sabar ketetepan Tuhan atasmu.


Tepatnya kapan,aku lupa. Lupa kalau aku punya mimpi tentang keinginan merasakan sesuatu yang berwarna putih, bersih dan dingin jika menempel dikulit. Sesuatu yang turun dari langit yang biru. entah apakah ini layak disebut mimpi, atau hanya sekedar keinginan sesaat—pada waktu itu. Yaaa, kurasa ini hanya keinginan masa kecil. Mimpi—memeluk salju. Mimpi tinggal di negeri berselimut salju. Mimpi memakai baju-baju tebal untuk menghangatkan tubuh dari dinginnya cuaca bersalju. Bermimpi jika aku berada dinegara yang bersalju, asyik kali ya, kalau ngomong mulutku mengeluarkan sesuatu yang berwarna putih,atau lebih tepatnya semacam asap rokok—kali ini asapnya tak menyebabkan gangguan paru-paru, jantung, rahim dan impotensi. Aku menyebut asap itu dengan sebutan, kabut tipis ajaib. Ajaib kupikir—sebab biasanya kabut berasal dari cuaca dingin alam semesta yang menguap. Ilmiahnya, definisi ini aku ambil dari kak wiki—wikipedia, kabut adalah uap air yang berada dekat permukaan tanah berkondensasi dan menjadi mirip awan. Hal ini biasanya terbentuk karena hawa dingin membuat uap air berkondensasi dan kadar kelembaban mendekati 100%. Ah, aku sedikit tak paham, jika harus berkata ilmiah. Si kabut tipis ajaib yang satu ini keluar dari mulut harimau kita;-P

Mimpi kecil itu tiba-tba saja menguap kembali. Seperti detik ini. Detik yang tiba-tiba saja memaksaku merindukan salju itu. Tak henti-hentinya otakku dipaksa menceritakan kembali, kapan, dimana, kenapa dan apa yang membuatku menyukai salju. Kapan—mungkin tepatnya saat aku berusia 5 tahun. Spesifiknya, sebuah film jepang lah yang membuat mimpi memeluk salju itu muncul. OSHIN, itu judul film yang aku tonton waktu kecil. Film yang menceritakan seorang gadis cilik Jepang, bernama oshin yang berjuang melawan hidup miskin, hingga akhirnya ia berhasil menjadi pengusaha wanita yang sukses di Jepang.

Seperti kita ketahui oshin adalah film jepang. Oleh karena itu dalam film tersebut tak hanya sebuah kisah atau cerita yang disajikan untuk para penikmat film. Sebuah budaya jepang juga mereka tawarkan. Tak hanya budaya, seluk-beluk dari hal-hal kecil tentang Jepang, semua tersaji dalam film ini. Makanan, pakaian, bentuk rumah, ciri-ciri orang jepang; warna kulit, dan mata sipit, sudah kukenal sejak usia lima tahun. Tak kalah menariknya buat mata ku , hingga tak melewatkan sedetikpun, SALJU yang turun mengiringi tiap adegan film ini. Entah kenapa, salju itu sungguh menarik perhatianku. Dari sinilah, aku menyukai salju. Dan hingga akhirnya, akupun menyukai negeri dimana Oshin berada. iYa! Aku menyukai Jepang.

Kisah kedua, yang membuat ku semakin menyukai salju ketika bapak dan satu tim divisi mesin ditugaskan ke negeri Nippon itu. Sebuah tugas dari kantor untuk beberapa bulan kedepan, yang kebetulan perusahaan kapal, tempat bapak bekerja, sedang berlayar ke Jepang. Sayang, aku tak paham secara jelas untuk tugas apa di jepang. Yang aku tahu dan yang masih dapat kuingat serta menjadikan sebuah bukti keberadaannya disana adalah, foto bapak sedang berjabat tangan dengan seorang calon kepala propinsi di Jepang yang sedang berkampanye di swalayan-swalayan lokal Jepang, foto-foto dengan jaket tebal dan payung-payung ciri khas jepang yang bersalju. Dan tentu saja cerita-cerita bapak tentang pengalamannya di Jepang dan beberapa souvenir cantik asli Jepang yang dibawa ke Indonesia. Ini cukup menjadi bukti buatku, bahwa bapak pernah tinggal beberapa waktu di negeri orang-orang bermata sipit itu. Inilah yang membuat saya semakin menyukai salju-salju jepang. Usia ku saat itu sudah 7 tahun. Sepertinya, usia 5-7 tahun mimpi ku masih berkelanjutan alias tak berjeda oleh apapun dalam proses menyukai salju.

Dan semua terhenti, atau lebih tepatnya mimpi memeluk salju tak sengaja terkubur oleh keinginan atau mimpi-mimpi yang lain. Seiring usia yang bertambah dan keinginan yang berubah-ubah dan atau aktivitas sekolah yang semakin banyak; mimpi-mimpi itu semakin tenggelam tertelan bumi. Bumi menelannya? Benarkah? Ah,Tapi kupikir, tak begitu dengan langit. Aku percaya Langit. Dan tentunya si penghuni abadi Arsy. Ia masih mengingat dan akan terus mengingat mimpi kecil si gadis polos. Aku—bagai punguk merindukan bulan. Iya. Jujur aku akui. Saat ini, aku benar-benar menrindukan salju. Putih, bersih, bagai hujan yang dinginnya menyengat tubuh mungilku.

Aku rindu.

Seperti sore ini, mimpi yang tertelan bumi itu, mimpi yang hampir terlupa, kini tiba-tiba hadir begitu saja. Serasa si empunya Langit memberi kabar menggemparkan hati. Dalam imajinasiku, seolah langit bersabda. Dan terjadilah percakapan ilusi;

Hai, kau! mimpi kecilmu kirim salam, kata langit.

Salam? Kataku bertanya.

Iya,salam. Salam Salju, dia menambahkan.

mimpi kecil? Siapa itu? Dan,Salam salju? Apa Maksudnya, tanyaku heran.
Kudengar langit tertawa, atas keherananku. Ketawanya yang gurih, menambah keherananku. tapi tiba-tiba, entah kenapa aku menyukai suara langit ini. Sangat menyukainya. Terasa menyejukkan kalbu.

Aku diutus tuk sampaikan salam salju untukmu dari yang menciptakanmu dan aku, kata suara langit menggema.

Aku mencoba bertanya (kali ini dengan kesejukan hati menyebar keseluruh tubuh) kepada langit, salam salju dariNya?aku masih tak paham. Bisa kau jelaskan lagi lebih detil lagi?.

Langit berkata, aku tak tahu apa maksudnya. Tugasku, hanya menyampaikan pesan dua kata itu untukmu. Salam salju, begitu kataNya. KataNya, kau akan tahu pada waktunya. Sekarang yang harus kau lakukan adalah, yakin dan tersenyumlah.

Mimpi kecil. Salam salju, siapa mereka tanyaku dalam hati.

Yakin dan tersenyumlah.
Apa lagi ini?! Makna nya masih benar-benar terkunci gembok baja.

Kutatap langit biru, kucari-cari, dimana gerangan suara itu berasal. Dan tiba-tiba saja sunyi, hening, tak sebersitpun suara yang muncul kepermukaan semesta.

Aku tertunduk.
Diam.

Namun, tak henti-hentinya otak kecil ini melayang-layang memikirkannya
Kali ini aku tak sedang bermimpi
Apa tuhan yang sedang ber ”mimpi”?
Ah, ini hanya sebuah Ilusi tingkat tinggi
Tapi kenapa, masih terselip yakin ditengah lingkaran keraguan
Ah…


Suatu saat nanti, untuk yang kedua kalinya
Mimpiku adalah mimpi tuhan yang terwujud
… … … …
Bukan sebuah kebetulan.















Cheers;-) enha.

Senyumku,kembalilah..




Senyumku terbang menghilang bak diterpa mendung hitam pekat
Tak berbekas

Senyumku melesat menghilang bak kilat kuda surga, bouroge
Tak berjejak

Senyumku mengurai tak membentuk sudut apapun,
Hilang makna

Senyumku beberapa waktu lalu, aku tak menemukan aslinya
Aku sendiri kehilangan akal mentafsirnya
Ku dibuat lupa oleh penafsiranku sendiri
Lupa akan puisi senyum yang telah dengan payah tangan ini susun
Haruskah berdiri terus seperti ini?
Berdiri tanpa senyum sedikitpun

Buat apa!

Kalau sesungguhnya keadaan sudah terbiasa buatmu sejak kecil
Melawan keterbatasan
Lelah ini hanya sementara
Tetap dengan senyum katakan pada dunia yang sombong ini,
Aku akan tetap mencari seulas senyum bersama Tuhan











cheers, enha.

Wednesday, May 19, 2010

NEKAD




11 tahun katamu kita tak pernah bertemu
Sejak kisah polos itu, kita tinggalkan—karena jalan hidup yang sudah Tuhan atur
Kau kini muncul tiba-tiba,
Bak meteor jatuh--mengagetkanku
Dengan susah payahku mengingatmu
Wajah kental kecilmu hampir tak kukenali

Sebelas tahun,
Kau coba mengingatkanku saat-saat indah mengaji bersama
Kau coba sebutkan satu per satu kawan-kawan kecil kita
Tapi, seribu kali lipat ku kerahkan memori ini di tempo dulu
Dan tak berhasil

Hilang kesabaranmu barangkali
Kau bunyikan gadgetku
Dan di ujung nan jauh disana kau berkata
Hallo…
Masih ingat denganku katamu menyapa…


Sekapur sirih,

Wahyuni itulah namamu. Yuni..yuni..yuni…yuni. Ya, seperti itulah aku memanggilmu. Dan sekarang aku benar-benar mengingatmu. Hemmm, sebelas tahun kita nggak ketemu kawan. Sepertinya memang kita sudah ditakdirkan bertemu di waktu kecil. Ya walaupun hanya beberapa tahun saja. Karena kita memang tidak pernah ditakdirkan sekelas, satu sekolah untuk urusan pendidikan—ah terlalu formal ya, (sebenarnya aku kurang begitu setuju dengan kata itu, mungkin lebih enak aku menyebutnya, urusan menimba ilmu hidup). Kau ingat mushola itu! Di rumah Tuhan itulah aku mengenalmu. Kita masih sama-sama sekolah dasar. Usia yang relatif muda, polos dan khas anak desa sekali. Sederhana sekali. Dan tak terbersit sedikitpun tentang masa depan—kehidupan kita sekarang akan seperti apa. Yang ada hanyalah, kita sama-sama begitu apa adanya dalam merangkai puzzle-puzzle yang sengaja Tuhan jatuh cecerkan di dunia ini, agar kita mencari ceceran puzzle-puzzle itu dan memasangnya satu persatu. Dan entah sampai kapan—puzzle hidup itu terselesaikan. Dan sungguh Selama sebelas tahun itu pula aku tak tahu kabarmu. Begitu pula dirimu, tak tahu kisah yang kurajut sebelas tahun ini.

Kini, kau bak meteor jatuh dihadapanku. Tak tahu harus berkata apa, karena aku terpesona oleh Kuasa Tuhan yang mengatur jalan hidupmu. Dan kini Kisah polos kita terajut kembali.

Hongkong, disana kini kau bermukim. Babu, profesi itu lah yang keluar polos dari bibirmu. Tanpa malu, kau bangga dengan pekerjaanmu. Dan aku salut itu. Aku hanya lulusan sekolah dasar kawan, tambahmu. Modalku di negeri orang ini, hanya nekad dan berani saja. Karena itu yang aku punya—setelah suamiku mencampakkanku, tuturnya tegas. Maha Suci Allah, Maha Besar Dia yang telah mengatur hidupmu kawan,hatiku berucap. Kau lakoni hidup yang tak pernah senyaman yang kau harapkan. Kau bercerita Hongkong adalah negeri asing ke dua setelah Malaysia. Di Malaysia, menurut ceritamu, tak senyaman di Hongkong, tempat dimana kau bekerja saat ini. Tak lengkap mungkin rasanya, jika TKI yang bekerja di Malaysia tak mengalami penderitaan. Dari mulai masalah majikan, gaji, pelayanan yang kurang baik hingga penyiksaan, adalah alasan-alasan klise yang selalu terdengar di telinga kita. Dan yuni pun mengalami hal yang serupa. Ah, aku jadi berpikir—sepertinya hal seperti ini sudah menjadi sesuatu yang wajib terjadi, ketika bekerja di negeri orang.

Aku senang di Hongkong, katamu. Alhamdullilah majikanku baik. Aku nyaman bekerja dengan mereka. Roda terus berputar kawan, kadang dibawah, dan akan ada saatnya diatas, katamu. Dan sungguh itulah yang ku ingat dari sepanjang obrolan 60 menit kita, malam ini. Sungguh, aku mengagumimu. Kenekatan dan keberanianmu, terbayarlah sudah. Dan aku belajar tentang itu darimu.

Karena negerimu tak memberimu kelayakan
Kau beranikan diri pijakan tanah orang
Karena negerimu takkan menemanimu memeluk mimpi
Kau bulatkan nekatmu jelajahi bumi Tuhan
Karena negerimu tak yakin akan kemampuanmu
Kau satukan yakinmu bahwa cibiran itu salah
Dan Kau telah membuktikkannya
Mungkin kau tahu,
Tanah airmu hanya mampu melahirkanmu
Tanah airmu hanya mampu membesarkan tubuhmu
Tanah airmu hanya mampu menghitung devisamu
Tanah airmu hanya mampu sampai disini
Tapi negeri asing, kadang juga tak menjanjikan kawan










salamku, enha.

Tuesday, May 18, 2010

Merangakai Kisahnya,



Pertanyaan-pertanyaan tentangnya tiba-tiba saja muncul. Hadir begitu saja, menggelayut disudut pikirku. Setumpuk daftar pertanyaan telah kususun. Begitu pula dengan jawabannya, telah kusiapkan. Tapi tak semuanya. Aku masih harus mencari dan mengikuti kebenaran jawaban itu. Pertanyaan dan jawaban tentangnya adalah sebuah jalan panjang yang hanya untuk menemui titik-titik pemberhentian. Perjalanan panjang yang membuatku sampai pada stasiun-stasiun pemberhentian yang bahkan tak pernah aku pikirkan sebelumnya. Hingga detik ini, ia belum menghentikan langkah kakinya untuk bercerita. Cerita tak berjeda stasiun berikutnya.
Kisah laki-lakiku.
Siapa laki-laki pertama yang mengenalmu. Siapa laki-laki pertama yang memegang tangan halusmu. Siapa laki-laki pertama yang memelukmu. Dan siapa laki-laki pertama yang mencium pipi, lalu keningmu.
Dan aku bertanya lagi,
Siapa laki-laki pertama yang kau kenal. Siapa laki-laki pertama yang kau pegang tangan kuasanya. Siapa laki-laki pertama yang kau dekap erat melingkar tubuhmu. Siapa laki-laki pertama yang kau pandangi mata cokelatnya tak berkedip. Dan siapa laki-laki pertama yang kau ciumi pipi-pipi hitamnya.
Baiklah.
Kan kujawab lantang semua pertanyaanmu. Laki-laki yang telah berikrar sampai mati, akan melindungi dan menjaga ku itu adalah laki-laki pertama dalam hidupku. Dan sekaligus laki-laki yang terakhir. Aku mencintainya sejak sekilas pandang pertama mata sipitku. Sejak mata ini belajar memutar-mutar, melihat sekeliling yang asing. Laki-laki yang kuyakini tak kan menghianatiku. Laki-laki yang kuyakini tak kan mengiritasi hati kecilku. Laki-laki yang kusayangi melebihi muhammad—kekasih Tuhan.

Laki-lakiku, kekasihku tercinta.

Ayahku.







To be continue






salamku,enha.

Sunday, May 16, 2010

Pencuri tulang rusukku



Hai!
Selamat malam
Apa kabarmu hari ini
Hemmm,

Hai kau tulang rusukku
Hatiku berdesir kencang
Aku merindu
Merindumu.

Berapa lama lagi aku harus menyimpan rindu ini
Rindu menjumpaimu.
Rindu
Benar-benar mendekapmu

Hai…
Ah, aku malu menyebutmu dengan nama-nama romantis, seperti gadis-gadis lain.
Hei, kenapa aku jadi merona

Hai kau…
Adakah kau mendengar dan merasakan rinduku
Semoga angin malam ini membawa rinduku padamu
Ah, kedengarannya seperti lirik-lirik melayu, norak.
Tapi aku suka, tak apalah.

Hai kau…
Tulang rusukku
Adakah seberkas rindumu untukku detik ini
Harapku.

Hai kau…
Ah, aku tak romantis ya?
Emmm,bagaimana kalau kau kupanggil habibi, kekasihku
Ah, tidak.
Bagaimana kalau say, sayangku..
Kalau honey, gimana.
Ah, tidak. Tidak. Aku malu.

Hai kau tulang rusukku
Adakah kau mencariku,
mencari tulang rusukmu yang terjebak dalam tubuhku
Tak rindukah kau pada tulang rusukmu yang hilang sejak kau dilahirkan
Apakah ini cara tuhan, agar kau dan aku saling menemukan…

Kenapa tuhan memisahkan kita
Apakah karena sebuah pertemuan yang telah Ia persiapkan untuk kita

Malam berbintang kali ini, membawa sejuta pikirku tentangmu.
Malam berbintang kali ini, juga membuatku menembus batas mimpiku tentangmu,
Seolah nyata dirimu, ternyata tidak juga
Ya, aku tahu sosokmu masih menjadi ilusi pikir

Honey..
Aku mencoba untuk romantic

Aku merindumu
Entahlah, kata apalagi yang harus aku katakan padamu
Kata yang mewakili keinginan hati yang menggebu
Bak pencuri hati yang diserbu
Oleh sang pemburu kalbu
Ingin ku katakan padamu, aku mencintamu
Tulang rusukku


Ah ternyata, kita memang sama-sama pencuri—si pencuri hati.





Bisikan lembut,
Aku merindumu. Banyak hal yang ingin kubagi denganmu. Tentangku, tentang keluargaku, dan tentunya tentangmu. Semoga kau dengar suara hatiku. Kita sudah lama terpisah. Mungkin, sudah saatnya kau menjemputku. Dan aku akan menunggumu. Akan selalu menunggu hari itu, dan hari-hari setelah itu. Kau yang tak ku ketahui namanya hingga detik ini. Keyakinanku tentangmu membuatku terus melakoni hidup yang telah tertulis. Mengikuti cahaya kecil dalam hati. Hingga menemukanmu.


yang tersipu…
malu,



enha,

Thursday, April 29, 2010

Sang pelangi itu, LINTAR



laki-laki kecil itu
aku memang tak mengenalmu boy,
laki-laki kecil itu
aku memang tak punya hubungan darah dengan mu dek,
laki-laki kecil itu
bukan siapa-siapaku memang,
laki-laki kecil itu
anakmu yang membanggakan ibu
Laki-laki kecil itu
Kudengar
Lintar
Lintar,

Oo .. kini kutahu namamu
Itu yang sering kudengar dari ribuan mata yang mengamatimu dibawah panggung pertunjukan
Kau tau tak hanya itu, Jutaan bola mata terpaku melihat tingkah polamu di layar kaca, bernyanyi merdu
Tak terkecuali akupun terpana oleh suara emasmu,
suara hati laki-laki kecil yang membuatku belajar satu hal
tentang hidup anak manusia,
manusia itu lintar,

Kau tau Lintar,
Saat kau nyanyikan lagu untuk almarhum ayahmu
Lagu yang kau ciptakan sendiri kabarnya
Seperti ada sesuatu yang menyadarkanku, sadar akan KUASA yang MAHA
Kau adalah Kuasanya
Lewat kisah hidupmu, Tuhan ingin aku belajar sesuatu—sesuatu tentang “makna” hidup
Mungkin tak hanya aku, mereka juga
Laki-laki kecil itu
Lintar namanya
Di usia sekecil itu
Kau tunjukkan ketegaran
Kau tunjukan senyum pelangi di sudut bibir ibumu Dan adek-adekmu yang mungkin telah lama hilang
Kau lah pelangi itu dek,
Yang akan merubah warna langit mendung di hati orang-orang yang kau cintai
Lintar sang pelangi,
warna indahmu menyebarkan keindahan terdalam di sudut hati kecil seorang bunda

Sang Pelangi hati,
Tak lain adalah Kau, Lintar laki-laki kecil.

sekapur sirih,

… Tuhan. Maha Suci Engkau. Segala puji bagiMU seru ku dan alam jagat raya ini. Jika kau berkata “Aku ciptakanmu (makhluk dibumi ini) tak pernah sia-sia…”. Kali ini aku benar-benar tak memungkiri itu. Tak perlu aku pertanyakan lagi firman Mu itu. Tak perlu debat panjang, akan kebenaran itu. Yakinku akan kebenaran itu sudah meluber dari batas keyakinan itu sendiri. Tuhan, Kau benar-benar tunjukkan kuasamu tiap detiknya. Tanpa celah apapun dan tak pernah terlewatkan sedikitpun oleh kebohongan belaka. Hanya aku (manusia) yang kurang menyadari dan kurang mencoba selalu menyadari kejadian tiap detiknya, adalah kehendakMu. Aku (Manusia) terlalu asyik dengan kelalaian. Lalai akan campur tanganMu dalam tiap detik detakan jantungku (manusia). Kali ini Kau ajarkan ketegaran hidup dari seorang laki-laki kecil bernama Lintar. Aku baru tau dia tak punya seorang ayah. Yang kutahu tentang nya sedikit sekali. Tentang hidup dia, ibu dan ketiga adik-adiknya. Di tengah-tengah kehidupan masa kecilnya, masa indah bersama sang ayah, Kau—Tuhan, matikan tombol keindahan itu. Yang mungkin baginya Engkau tak punya hati. Sang ayah, Kau panggil menghadapMu. Hidup seperti berhenti. Berhenti. Berhenti tersenyum dipagi hari. Berhenti untuk bernyanyi. Nyanyian indah tentang hidup. Tapi di saat berhenti itulah Kau ingin tunjukkan KuasaMu. Lagi, agar manusia belajar dan selalu bersyukur. Ditinggal sang pelita hati—ayah, disinilah babak baru dalam proses hidup yang dialami Lintar dan keluarganya. Cerita baru yang akan dirangkai lintar. Cerita baru yang akan membawanya menjadi sang idola cilik. Sungguh benar apa yang ditulis Andrea Hirata dalam laskar pelanginya bahwa, seseorang yang berbakat akan “menjadi” jika ia ditemukan oleh para benar-benar pencari bakat yang berhati. Tak lain, RCTI lah—dengan acara pencari bakat cilik, Idola cilik. Dibalik visi-misi televisi pemerolehan “rating tinggi”, semoga ada visi misi dari hati, walau itu hanya setitik. Dari acara yang dibuat oleh para kreator-kreator jenius itu, semoga semua dapat mengambil pelajaran hidup dari setiap peserta idola cilik. Tidak ada “exploitasi “ apapun bentuknya disetiap para peserta. Baik cerita tentang, kemiskinan, penderitaan, perceraian, ditinggal ayah, anak tiri, singkatnya exploitasi besar-besaran mengenai“potret hidup” sang idola. Dibalik itu semua Engkaulah Pencari Bakat yang Sempurna itu Tuhan. Engkau yang memberi bakat itu, dan engkau pulalah yang akan membesarkan bakat itu. Aku suka “gaya” Mu—Tuhan. Maka sempurnakanlah perjalanan hidup Lintar Tuhan. Harapku.



Sepenggal lirik Lintar untuk sang Ayah; nyawa hidupku
Di tengah sunyinya gelapnya malam yang menemaniku
kurasakan rinduku padamu,
bintang-bintang malam tersenyum padaku,
tertawa padaku melihat sikapku rindukanmu,
ingin ku berlari menembus sang waktu,
untuk dapatkanmu, memeluk dirimu selalu,
sungguh ku tak bisa berpisah denganmu walaupun sedetik, karena ku begitu mencitaimu.
Cinta dalam hatiku hanyalah untuk dirimu
takkan terganti dihatiku selamanya, tak mungkin bisa kuhidup tanpa kasih sayangmu,
separuh jiwaku tlah dihatiku.


Oh Lintar, kau memang punya bakat menakjubkan boy. Bakat yang sengaja Tuhan torehkan di dirimu. Bakat yang akan mengukir sejarah. Usiamu yang sekecil itu, sudah tunjukkan keluarbiasaan. Lagi lagi tangan Tuhan lah yang selalu ikut andil dalam perjalanan mengasah bakat menyanyi Lintar. Laki-laki kecil itu bermain apik di babak barunya. Grafiknya selalu naik. Lintar, laki-laki kecil itu sedang merangkai kembali puzzle-puzzle senyum yang telah direnggut. Dan kini ” Sang Perenggut” pulalah yang menyinarkan kembali cahaya senyum indah di langkah-langkahnya. Kau tau Lintar, tak hanya caramu bernyanyi, tapi kisah hidupmu kan menjadi idola “panutan” bagi para pengidola mu. Sang Pelangi, ciptaan Tuhan yang Maha segala Maha. Tetaplah menebar senyum pelangi dalam hidupmu boy...

Dan, Aku akan terus belajar Tuhan melalui Lintar lintar yang lain.



cheers, nurul.

Tuesday, March 23, 2010

Dinding ratapan,




Telinga-telinga itu sudah tak mau mendengar

Telinga-telinga itu tak lagi tuli,

Bahkan buta

Mereka hanya mau berbicara pada tembok

Bak tembok ratapan, kaum yahudi

inikah manusia modern

tak butuh lagi alat pendengaran

atau sudah tak tahu lagi fungsinya, sekedar hiasan dan pelengkap bahkan pemanis saja

dinding dinding yang tak berjantung kini jadi teman

teman tempat memasukkan recycle-recycle busuk

dinding dinding yang tak berdenyut, jadi santapan ratapan, keluhan bersolek menor…




tabik,enha.

Friday, March 19, 2010

Entah apa yang ingin Tuhan sampaikan padaku,



Entah apa yang ingin Tuhan sampaikan padaku,

Di Suatu sore, aku terdampar di kerumunan orang-orang yang sedang dalam keadaan dirundung duka. Keluarga itu kehilangan salah satu keluarga tercintanya. Aku melayat. Aku terlarut dalam persiapan pesta gelora selamatan yang akan diadakan selepas magrib ini.
Tiba-tiba teringat, aku belum menunaikan ibadah sholat ashar. Jam menunjukkan pukul 16:30 WIB. Waktu Sholat ashar sudah hampir berganti maghrib. Bergegas ku ke kamar mandi untuk berthoharoh dan wudhu. Kemudian segera menuju tempat sholat. Kulihat sepertinya antri. Maklum, rumah sedang berduka. Dimana-mana dijadikan tempat makanan untuk selamatan 7 harinya; dan tempat duduk orang melayat. Jadi tak bisa sembarang tempat digunakan untuk sholat. Akupun mengantri. Dan akhirnya giliranku. Keluarlah seorang laki-laki setengah baya dari kamar antrian itu. Laki-laki kurus itu membuka pintunya, dan menutupnya kembali; seolah-olah tak melihat aku dan beberapa perempuan dibelakangku mengantri untuk sholat.

Berkatalah aku, pak permisi mau sholat…?!ucapku minta izin. Entah apa yang diucapkannya, sepertinya dia menolak. Tak suka kami, para perempuan, menunaikan sholat di kamar itu. Memang sih, aku tak mendengar dengan jelas ucapan laki-laki itu, tapi nampak sekelebat isyarat wajahnya tak nyaman dipandang. Aku sedikit was-was. Tapi perempuan dibelakangku menyuruhku segera masuk. So, laki-laki tua itupun membuka pintunya. Dan sholatlah aku.

Entah apa yang ingin Tuhan sampaikan padaku,

Seperti sebuah isyarat. Aku di uji lagi. Satu jam kemudian. Maghrib menjelang. Dan bergegaslah aku menuju kamar (tempat sholat yang kupakai tadi), mumpung air wudhu ku belum terbatalkan, pikirku. Dan Berjalan terburu-buru, mencari celah diantara para pelayat yang sedang menata dan menyiapkan semua keperluan selamatan. Dan tiba-tiba, aku ditegur. Ditegur kawan! Kali ini lebih kuat. Tegas. Dan tak pandang bulu. Apakah aku perempuan atau laki-laki. Dia lagi, laki-laki tua yang sore tadi sudah menampakkan ketaksukaannya pada ku; karena aku sholat ditempat itu.

Dia—laki-laki itu menghentikan langkahku ke kamar sholat , padahal kurang tiga-empat langkah lagi aku sampai ketempat itu. Dan dia berkata;

….mbak maaf ya, saya ini angkuh! Katanya dengan wajah khas seperti seorang ustad yang marah terhadap santriwati bengalnya. Dan beberapa kalimat teguran lainnya, yang tak bisa kupahami—pertanda memang dia tak suka perempuan yang masuk kamar itu. Prinsip. Mungkinkah?

Lantas sholat dimana? Kalau tempat itu adalah the one and ony.

Kau tau kawan, apa yang kulakukan setelah mendengar kata itu. Dengan wajah sedikit bingung, takut, dan tak tahu harus kemana, aku tersenyum (mungkin lebih tepatnya dipaksa tersenyum;entah siapa yang memaksanya; untuk tetap menghargai beliau—laki –laki tua itu ) dan berkata dengan sedikit membalikan tubuh untuk melangkahkan kaki menjauhi laki-laki itu;…. oh ya uda pak kalau begitu, maaf, saya sholat di rumah sebelah saja. Maaf pak…., (padahal aku tak tau, apakah rumah sebelah itu bisa digunakan untuk sembayang atau tidak; bersih, suci atau najis dan kotorkah tempat itu).

Tapi tiba-tiba, laki-laki tua itu mempersilahkan saya untuk sholat di kamar itu—kamar yang baru saja aku tahu bahwa kamar itu adalah tempat dimana ia mengganti pakaiannya. Mungkin lebih tepatnya Privacy.

Aneh kan?!

Mendengar itu, batinku berkata; terlambat! Bapak sudah cukup mengiritasi hati saya. Melarang saya untuk berjumpa Robb saya di maghrib ini. sesaat setelah kejadian itu bayak pertanyaan yang bergelayut dalam pikirku; kenapa laki-laki itu melarangku sholat disana. apa salahku. Padahal aku sudah memakai penutup kepala. Aku berpakain sopan. Yah walau itu Cuma menurutku. Apakah ini karena prinsip. Prinsip yang aku tidak tahu, apa. Yang aku tahu prinsip anda, melukai ku. Tapi tak apalah, aku menghargainya.

Ya! memang dalam menjalankan perintah agama, kita harus punya prinsip dan berpegang teguh dalam menjalankannya. Tapi haruskah, prinsip yang kita pegang melukai saudara seiman kita. Bukankkah, islam adalah agama yang tanpa paksaan didalamnya. Yang kukenal islam adalah agama yang fleksibel, lunak tapi tegas. Karena kondisi dan hal-hal yang mendesak, mengharuskan kita melunakkan, memfleksibelkan prinsip yang kaku yang kita anut. Kita semua memang berbeda, tapi bukan berarti tak ada kesamaan. Jika memang ada kesamaannya, kenapa harus membeda-bedakannya.
Secara kasat mata, dalam menjalankan ritual ibadahnya seorang muslim tiada berbeda dengan muslim yang lain. Tapi aku jadi berpikir setelah kejadian ini, jangan-jangan kita sama dalam ritual ibadah, tapi Tuhan membedakkan cara kita menyapa-Nya dalam hati.

Aku jadi teringat, cerita kawan yang juga pernah mengalami hal yang sama. Ceritanya dia mau sholat juga. Terdampar disebuah masjid. Masjid yang baru pertama kali ditemuinya. Singkatnya, Masuklah dia. dan tiba-tiba dikejutkan dengan tulisan di tembok, lantai atas khusus perempuan : “KAWASAN BERJILBAB”. Diiieeenngggg! Sedikit sock kawanku ini, akhirnya dia meninggalkan masjid itu tanpa sembahyang.

Ya, dia memang tidak berjilbab. Tapi dia muslim. Muslim yang ingin menjalankan sholat. haruskah ada sekat-sekat yang mengalangi seorang hamba dalam menghadap tuhannya. Haruskah dia ketakutan dalam menjalankan agamanya. Jika dia ketakutan karena saudara seimannya. Pantaskah kita berbangga? Haruskah kita bersikap membedakannya, hanya karena kita tak sama dalam sudut pandang nya.


TIDAK kawan!


Jawaban ini pun tak mengharuskan kau setuju dengan ku,


Entah apa yang ingin Tuhan sampaikan padaku,
Mungkin ini,
Agar aku tak berhenti menyadari Ayat-Ayat-Nya.





Tabik,enha.

Wednesday, March 17, 2010

Pelukis malam,




Awan kelabu berarak menghitam
SinggasanaMu tak lagi membiru
Malamku menghitam
Bergerak menemui senjanya
Dunia serasa mengabu

sang dewi sedang mencari celah, menampakkan cahayanya. Berbagi senyum simpul denganku. Merona ku dibuatnya. Tarikan nafas panjang kuangkat kuat-kuat. Menguat sangat. Atau hanya sekedar merasa kuat. Tak apalah, Senyumku Senyummu saling berpandang. Itu yang penting. sukron katsir,,

Titik-titik hujan mengawali malam, mulai reda
Basah bumiku
Entah kenapa aku dibuat merona
Memahami-Mu melalui tanda-tanda dalam setiap penglihatanku
Tersadarku,
Engkaulah pelukis malam terindah langitku Robb…






tabik, enha.

Monday, March 15, 2010

Sendiri II,



Aku tak mau menjadi seorang penilai seseorang. Biarlah seseorang mengevaluasi dirinya sendiri. Aku tak berhak. lebih baik berintrospeksi diri, evaluasi diri kemudian mencoba menyelesaikan dengan kata maaf. Walau sebenarnya tak ada bulirbulir kesalahan. Hanya persepsi sendiri, kalau kalau diri sudah tak “ramah”. Tak “ramah” bisa diidentifikasi sedini mungkin, misalnya jika sesuatu tak seperti biasanya dan sedikit ganjil dalam penglihatan sekaligus rasa. Meski itu Cuma prasangka. Tak lebih. Evaluasi diri adalah cepat tanggap menata diri. kemudian memberanikan diri meminta maaf, jika memang ada kaitan dengan orang lain. Maaf. Itu saja yang dibutuhkan. Respon, tanda tanya. Tak perlu. Memaafkan—ya atau tidak. Itu sudah menjadi tanggung jawab orang lain. Dengan segenap kerendahan hati, sudah cukup untuk terbebaskan dari rasa salah dan mengadili diri sendiri. Butuh keikhlasan besar untuk kata maaf itu terucap.

Lantas, kau merasa hebat?

Jika Engkau menghukumku dengan cara seperti ini, segala puji bagiMU Rob. Aku banyak belajar. Seperti manusia yang selalu ingin berbuat benar, salah juga fitrahku. Aku belajar kebenaran dari setiap kesalahan-kesalahan yang tercipta dan kucipta.



Runnnnnnnnnnnnnn nurul runnnnnnnnnnnnnn…………………………………………………………………………




Tabik,enha

Thursday, March 11, 2010

Sendiri,



Aku merindukan masa kecilku, Tuhan. Di subuh yang menggigil ini. Entah kenapa kepalaku berdansa tentang masa ku masih menjadi anak-anak. Masa dimana hanya ada hitam dan putih. Tak ada warna diantaranya. Otak ini begitu jelas menggambarkan, kondisi sore dulu, hujan deras, mendung hitam yang menakutkanku, angin kencang, daun daun berakar kuat yang bergoyang karena kuatnya tiupan sang topan. Jalanan sepi,aku sendiri menyusuri jalan berkabut. Tuhan aku sendiri. Saat itu aku tak bertanya, Kenapa Kau biarkan aku sendiri. Tapi saat ini aku memberanikan diri mengajukan pertanyaan itu, sekali lagi. Kenapa Tuhan?


Aku ingat Tuhan! sore yang mencekam itu.






tabik,enha.

Saturday, February 27, 2010

his name is khan, and he's not a terrorist




Kawan kali ini aku ingin berbagi cerita tentang film yang aku tonton beberapa hari ini. Film yang membuatku menyingkirkan alasan klise untuk tidak menulis, seperti males, males dan males. Film ini menginspirasiku menuliskan pendapatku tentang pesan yang ada di the great movie ini. Ini adalah film india kedua setelah slumdog millioner yang menjadi favoritku. Selain pesan yang menginspirasi, aktornya aku juga suka, he is name is Syakhru khan Ah, gak usah banyak cingcong,hehe… check it out!;-)


MY NAME IS KHAN—I can’t believe, this movie makes me not to think twice to jot down about my impression. Two thumps up! Amazing and inspiring story! Sure! I really love it. It is awsome guys! You have to watch this movie.

Film garapan sutradara ternama india, yang juga telah menyutradarai film box office india lainnya yakni Kuch kuch ho ta hai dan Kabhi Khusi Khabi Gham—karan Johar, meraih box office di holywood. Bolywood sukses di Holywood. Film tentang “how we respect each others”. Seing every human without race label, religion, and what color they are. Whatever your race, religion and your color skin—we are not different. We are created from the same one hand, Allah aza wajallah.

Khan, he is called. He is a muslim and hindustan. He gets aspeger syhndrom. He is scared new places and new faces. He has been attacked this syndrom since he was child. He is an autis. But he is smart, guys! He is intellegent student. One day, One thing that makes his mom deliver khan to vadia—a man who will teach khan later, is everyone can’t accept his existence in their around,his school, this world. So, khan grows up with mr.vadia—an educated man with many degrees he has. At home, Only his mom cares to him. She teaches him about life and how to do a good things to all people, because in this world only there are 2 kinds of people. They are a good people and and a bad people. A good people do a good things and a bad people do a bad things. And no difference. Khan keep his mom message until he grows up. In his life journey, there are many things that he learns. In this movie, the story is related with the religion issue. At that time, World is rocked by terorist issue. After 9/11 occured, America jugde islam and muslim as the actor of the whole this huge terrifict.

Ok, kawan! Film ini mengajarkan banyak hal tentang hidup dan kehidupan. Khan, seorang autis yang tinggal di india. setelah kepergian ibundanya, dia tinggal bersama keluarga adiknya-zakir yang kini menetap di amerika. Khan menderita aspeger, dia takut bertemu dengan orang2 baru dan tempat2 baru, dia takut akan hal2 yang keras atau yang suara yang mengeluarkan bunyi keras seperti bom, pistol, jeritan dan omelan. Takut pada benda2 yang berwarna kuning. Suara peperangan juga termasuk. Satu hal keinginan Khan, ia ingin menemui presiden amerika. Ada pesan yang ingin ia sampaikan sendiri kepada sang presiden. Pesan itu adalah, My name is Khan, and I am not a terrorist.

Selama hidup di san fransisco, amerika, Khan mengalami kemajuan dalam hal bersosialisasi dengan sekitarnya. Hal ini karena haseena, istri zakir, yang membantu khan untuk tidak takut bertemu wajah2 baru dan tempat baru. Yang pada akhirnya, mengisahkan Khan bertemu dengan janda beranak satu—Mandira. Dia dari india, dan seorang hindu. Singkat cerita, mereka menikah. Khan yang seorang islam menganggap apa yang dia jalani sekarang bersama mandira adalah hal yang benar. Orang Hindu dan islam sama saja, tidak ada yang berbeda. Yang berbeda hanya cara kita menyembah tuhan saja. Kita sama karena cinta. Cinta dan kasih sayang lah yang membuat manusia tak saling membunuh, tak saling mencaci, tak saling menghujat, tak menganggap dirinya lebih baik dari yang lain. Tuhan menciptakan kita berbeda. Tapi dia menciptakan cinta untuk mentiadakan perbedaan itu. Kita semua sama di matanya. Jika ada kesalahan dalam beribadah kepada tuhan, biarlah tuhan saja yang berhak mengkafirkan kita.

Aku sendiri yakin, tiap manusia punya cara sendiri dalam menemukan tuhannya. Islam, kristen, hindu, budha; putih, hitam, coklat; pintar, bodoh, autis, normal; semua sama dimata tuhan. Di bumi ini hanya ada dua jenis orang, a good people and a bad people. Orang baik akan melakukan hal-hal baik dan orang jahat akan melakukan hal2 yang jahad. Dan ini bukan perbedaan. Kitalah yang membuatnya berbeda. Cara kita melihat/memandangnya saja yang membuat kita semua berbeda. sama, itu yang sesungguhnya. Di amerika ada orang baik, ada juga orang jahat. Begitu juga di india ada orang baik ada juga orang jahat. Jika orang2 amerika bisa membantu mereka yang membutuhkan bantuan, india juga banyak orang2 baik yang akan beramal. Jika ada seorang muslim yang berbuat jahat, misalnya membunuh, bukan berarti orang lain yang juga menyandang status muslim adalah jahat. Begitu sebaliknya, Jika seorang amerika berbuat jahat, memperkosa misalnya, apakah orang-orang amerika yang lain disebut penjahat. Sungguh tidak adil bukan, jika satu orang berbuat kejahatan dan yang lain tertimpa getahnya. Semua tergantung hati kita yang memandangnya dan menilai perbuatan seseorang.

Dalam film ini, kita diajak untuk merenungi banyak hal tentang hidup kebersama dalam beraneka macam perpedaan yang kita punya. Dunia tak hanya berisi orang islam saja kawan, atau kristen saja, atau hindu saja atau bahkan hanya berisi orang baik-baik saja. Karan Johar mencoba mengajak kita untuk tidak saling menjudge diri sendiri (atau pikiran/pendapat) paling benar diantara yang lain, menjudge bangsa sendiri paling pintar, mulia diantara bangsa-bangsa lain.

Terroris—kata yang tak lagi asing ditelinga kita. Teroris sudah menjadi kawan telinga kita setiap pagi. Koran, majalah, radio dan televis tak henti-hentinya mengabarkan tentang teroris. Entah sejak kapan teroris itu ada didunia ini, yang kabarnya membuat bumi paman sam itu kepanasan alias morat-marit dan ketakutan berlebihan. Yang aku tahu, selama hidupku, terroris dan kata teroris ituidupku, terroris dan kata teroris itu eksis lagi semenjak peristiwa 9/11. Dalam film than, ada monolog khan yang kritis yakni, khan said since WTC occurred, date was divided into three that is, PC and AD and 9/11. Sejak world trade center di bom, peristiwa 9/11 menjadi peristiwa dunia yang mengemparkan planet manusia yang bernama bumi. Dari peristiwa ini terbongkarlah sindikat2 atau kelompok2 militan yang melawan amerika—anti amerika. Seperti al-qaedah dll.

Film My Name is Khan Tembus Box Office Inggris – Siapa yang menyangka bila film dari India My Name is Khan berhasil masuk dalam sejarah box office Inggris. Film yang dibintangi aktor Shah Rukh Khan itu menempati posisi keenam.Padahal, beberapa waktu lalu My Name is Khan sempat mendapat kecaman dari sejumlah umat Hindu ekstremis. Seorang pemilik klub kriket, Khan, memberikan komentar tentang Liga Kriket India yang menghina Kriket Pakistan. “Para pemain Pakistan yang tidak akan mampu mengambil bagian dalam Liga Premier India seri 3, Maret mendatang,” katanya kepada para wartawan. Akibat komentarnya itu, seperti dikutip ContactMusic, Rabu (17/2), para fundamentalis Hindu marah besar dan merobek poster film dan menyerukan pemboikotan film itu. Namun, kegemparan itu tidak mencegah kesuksesan My Name is Khan di Inggris. Film itu telah meraup pundi sebesar US$ 1,4 juta pada awal minggu pemutaran itu pada 12 Februari 2010.( pancallok.astalog.com)


Hingga akhirnya peristiwa 9/11 membuat Khan dan Mandira berpisah, karena masalah yang menyangkut putra tunggalnya dari suami pertamanya mengalami penyiksaan teman teman sekolahnya. Hingga menyebabkan putranya meninggal. Setelah di selidiki ternyata karena mandira menikah dengan khan yang seorang muslim. Dan karena itu mandira dan putranya mengganti nama belakang mereka menjadi, mandira khan dan sameer khan—putra laki2nya. 9/11 itu pulalah yang menjadikan sikap2 dingin orang amerika terhadap orang muslim yang tinggal disana. mereka menggangap 9/11 adalah ulah orang-orang muslim. Mereka juga menganggap bahwa muslim berkawan dengan orang-orang jahat. Nah, kawan!kau ingat dengan apa yang dikatakan ibu khan, saat menasehati khan yang autis agar mengetahui mana yang baik dan mana yang benar. There are two people in this world, a good people and a bad people; orang baik akan melakukan hal2 baik dan orang jahat akan melakukan sesuatu yang jahat. Mereka semua sama, no different. Orang jahat tidak akan pilih2 korban/target yang akan disakiti, misalnya mereka dapat menyakit orang kristen, hindu, budha, india, amerika,afrika, meksiko dan lain2; tapi juga bisa menyakiti orang terdekat mereka, bahkan saudara2 kandung mereka. Ini disebabkan karena mereka tipe orang2 jahat. Tak peduli siapa korbannya, karena orang jahat adalah akan melakukan hal2 kejahatan pada siapapun. Begitu sebaliknya orang baik tidak akan memilih siapa yang akan ditolong atau dibantu menyelesaikan masalahnya. Karena mereka adalah orang-orang baik yang akan melakukan hal2 baik untuk siapapun. So, semua kembali kepada diri kita masing2 dalam menilai dan memaknai hidup guys!;-





Tabik,enha.
Cacil-catatan kecil--;Banyak hal yang tak tersampaikan dan terlukiskan dalam rangkaian berjeda ini. Kiranya aku menyadari banyak kata yang tak kupunya. Hingga sulit kutuangkan dalam sheet-sheet putih ini. Maklum masih belajar menulis.;)

Monday, February 22, 2010

negeriku, Ngurah Rai mu




Lagi,
Entah untuk berapa kali
Ngurah Rai aku jumpai nyata

Lagi,
Entah untuk berapa kali
Menciumi tanahmu yang ayu Rai

Lagi,
Entah untuk berapa kali
Ku mengantarmu kenegeri impian

Lagi,
Entah untuk berapa kali
Kulihat mereka berias air mata
Mengantarmu untuk kembali
Dan akan Menjemputmu pulang kerumah

Lagi,
Entah berapa kali
Aku menginginkan rasa itu memelukku
Berharap aku berdiri disini,
Ngurah Rai mengantarku terbang juga
Entahlah,

Laa!
negeriku menginginkan utuh raga jiwaku
Negeri dongengku,
Kan ku buat kau nyata.

Wednesday, February 3, 2010

untitled



Ya Robb,
Tak ada doa khusus pagi ini
Doa yang biasa aku lamatkan dalam dhuhaku
Aku hanya ingin menengadahkan kedua tangan ini
Tengadah penuh pasrah
Hanya itu,



Alhamdulillah.








cheers,
nurulhikmah.

Wednesday, January 20, 2010

dia yang JUGA ku sebut mama,


Tak henti, otak ini bernostalgia
Bak film yang memutar kembali Kenangan bersamamu
Lagi,
Ingatkah kau
Saat sekolah masuk jam 12 siang
Di kelas tiga
Terseok-seok kakiku menuju sekolah,
Sekolah Yang baru aku tahu berjarak satu-dua kilo dari rumahku

terik sang surya kubiarkan memanasi kepala mungilku
dan

Tepat di atas rel mati
Ku hentikan langkah
Dan Aku melihat bayangan kreta angin,
yang tak lain adalah bayangan seorang perempuan yang kau sebut ia mama
ku lihat perempuan itu mengayuh lebih cepat,
terlihat hampir oleng
namun tetap berusaha membiarkanmu nyaman dalam boncengannya
mungkin dia tahu kalau aku sedang berdiri mematung, saat mentari tepat di atas ubun-ubun kepalaku
Kau dan perempuan itu mendekat
Dan berkata,
Ayo bonceng mama…
Rasanya aku ingin menangis
Menangis sekuat-kuatnya
Dan sepuas-puasnya
Aku tak tau kenapa
….
….

Mama…
Aku juga merindumu,







Cheers,
Nurulhikmah.

Friday, January 15, 2010

Cinderella sore,


Kau muncul tibatiba
Kabarmu pun datang tak berisyarat
Kawan kecil,
Hati ini senang sangat
Kehadiranmu membawaku terbang
Mengingat ratusan memori indah bersama
Enambelas tahun yang lalu
Saat kakikaki mungil kita menapaki jalan panjang.
Kau ingat sore itu
Saat pulang sekolah dikelas dua
Kau dan aku berjalan riang
Diantara jejagungan hijau yang mulai tumbuh kembangnya
Kau ingat, suara kereta api disebelah kiri jejagungan itu
Merdu,
iringi langkah langkah kecil kita menuju pulang

Ingat kah kau,
kita…
Tak pernah jeda untuk saling bercerita
Aku ingat, antusiasmu berkisah tentang keingingannmu
Menjadi Cinderella,
Aku senang dibawa angin kicauanmu
Bak kicauan burung burung gereja di atas kepala kita
Memberi kabar kepada dunia
Tentang keberadaan kita
Ah, sulit aku melupakannya
Memori kecil itu menari-nari tiada henti di kepalaku
Saat in dan Detik ini, pertemuan kembali dengan mu mengembalikan ingatanku,
membawaku mengumpulkan puzzle-puzle masa kecil yang telah lama ku simpan
dan kubiarkan berserakan tak terdengar lagi,
dalam hati,
...
...
...
aku merindukan mu dan sore itu.






Cheers,
nurul hikmah.