Thursday, August 18, 2011

Si Tua, Si Tuli Dan Sepeda Kumbang




Gadis kecil berseragam merah putih sedang menggigit-gigit jari manisnya. Terlihat seperti kebingungan. Cemas, lebih tepatnya. Matanya bergerak-gerak cepat kekanan-kikiri. Kepalanya yang kecil mengikuti gerak tubuhnya yang lincah mencari sesosok tua dan beruban. Sudah lima belas menit waktu berlalu dari pukul 12.15, si tua belum kelihatan juga. Gadis kecil terlambat. Jantungnya berdetak hebat. Takut terlambat sekolah.

Jam satu siang masih 30 menit lagi.

Namun, sekolah begitu jauh untuk ditempuh 30 menit dengan sepeda butut. Gadis kecil tambah resah. Dalam hati ia berkata, kek..!cepatlah datang, aku butuh bantuanmu!!!
Dari kejauhan, bayangan laki-laki kurus dengan sepeda tua yang telah menemani kaki-kaki tuanya menempuh sebuah perjalanan, muncul tiba-tiba.

Gadis kelas tiga itu, akhirnya melengkungkan bibir tipisnya. Si tua dan sepeda kumbang tuanya mendengar harapannya.

Cepat kek, aku terlambat! Kata si gadis berbisik.


Sunyi.

Ia, si tua beruban itu, hanya diam saja.

Si gadis berseragam merahputih itu kemudian menaiki boncengan sepeda kumbangnya dan duduk sambil tangan kecilnya memegangi lapak yang hampir lepas kulit penutupnya. Sangat erat.

Sepeda kumbang melaju perlahan.
Jalan setapak pinggir kali menjadi pilihan sepedanya mengantar gadis kecil yang ia sebut, cucu.

Gemericik air kali, memecah kesunyian diantara perjalanan dua insan tua dan sangat muda ini. Dinginnya air kali, mengurangi rasa panas dari terik matahari di kepala kami. Meski, panas masih sangat terasa di bun-ubun. Tak luput membuat rambut si gadis bertambah merah. Nampak sekali si gadis kampung, kurang vitamin. Panas sudah menjadi kawan karibnya.

Kami masih terdiam.

Gadis kecil masih duduk tenang dan masih berharap semoga ia tak terlambat. Si tua pun masih mengayuh sepedanya. Pelan.

Tenang tanpa kata.

Mata si gadis berbinar-binar, dari kejauhan rel-rel kereta nampak dipeluk mata. Pertanda gedung sekolah hampir di depan mata.

Akhirnya, si tua pun memberhentikan sepedanya dan turun. Menoleh kebelakang, sambil tangan kirinya tetap memegang stir sepedanya, si tua melihatnya turun dari boncengannya. Si gadis kecil mengambil tangan kanan si tua, lalu diciumnya.

Aku sekolah dulu ya kek! Assalamualaikum...., katanya pamit.

Wa’alaikumussalam, jawabnya.

Mata si tua masih mengikuti langkah kaki-kaki si gadis menyusuri rel-rel kereta yang harus dilalui untuk menuju gedung sekolah yang sebenarnya. Enam hingga tujuh jalur kereta api yang harus ia tempuh. Loncat sana-loncat sini. Berburu waktu. Sekolahnya berada di balik rel-rel mati itu.

Si gadis berseragam merahputih ahirnya berhasil melewati 7 jalur rel mati itu. Ia, si tua beruban itu masih disana—ditempat dimana si gadis kecil mencium tangan keriputnya. Gadis kecil melanjutkan perjalanannya yang tinggal beberapa meter lagi. Sepertinya mata si tua sudah tak melihat bayangan si gadis. Tiba-tiba terpikir oleh si gadis kecil, mempercepat langkah kaki mencari semak. Dan sekilas petir, ia melesat, bersembunyi.

Gadis kecil ingin melihatnya, pulang.

Si tua memutar sepeda kumbangnya. Dan punggung itu, yang telah melengkung 25 derajat pun menjauh bersama bayangan hitamnya.

Gadis kecil terdiam.

Dan terdengarlah suara bel sekolah, tepat bersamaan dengan kaki kirinya melewati gerbang sekolah.

intermission.

Suatu hari yang lain, masih dengan seragam merahputihnya. Gadis kecil itu lagi-lagi sedang cemas. Seperti biasa, masalah telat ke sekolah. Siang itu si gadis berseragam merahputih itu, menunggu seseorang yang akan mengantarnya ke sekolah. Kali ini, bukan situa yang ia tunggu. Si yang lain, yang ia tunggu. Si itu adalah pak de kesayangannya, yang tak kunjung datang. Ia memanggilnya, wak. Kurang 20 menit lagi jam masuk sekolah.

wak pun datang tiba-tiba.

Aih, kemana saja wak ini!! Sambil menunjuk jam tangan yang sebenarnya tak ada, dengan berkomat kamit kata “telat, ayo cepet” tanpa bersuara! Gadis kecil menggerutu.

Seperti si tua, iapun tak menjawab apa-apa.

Langsung saja, si gadis naik dan berbonceng di sepeda kumbang milik si tua. Ia mengayuh kecang sepedanya. Seperti biasa, kami melewati jalan setapak pinggir kali.

Asyiiiik!kata si gadis memecah sunyi.

Lumayan meski panas, tapi karena wak mengayuh sepedanya agak kencang membuat semilir angin segar merambati seragam putihnya melewati ketiak kanan-kirinya. Si gadis senang bukan kepalang.

Kali telah mereka lewati. Tak ada lagi suara gemericik yang menyejukkan itu. Kini yang terdengar hanya suara gesekan sayap ban belakang sepeda kumbangyang nyaris saling menempel. Tepat dibawah boncengan yang diduduki si gadis.

Srek..srek..sreeekk...

Srek..srek..

Srek..

Si gadis mencari bunyi itu berasal. Tengok kanan-kiri sebelah kaki-kakinya.

Srekk..
Srek..sreek.srekkk...srekk...

Roda masih terus berputar. Meski semakin berat kayuhnya. Si gadis berseragam merahputih merasakannya. waknya dengan sekuat tenaga, mempercepat kayuhnya. Dan...

Srekk..srek...srekkk,

Masih sering kali terdengar mengiringi kesunyian perjalanan mereka melewati perkebunan warisan milik salah satu warga dekat rumah mereka.

Tiba-tiba sampailah di perbatasan rel-rel mati.
Si gadis kecil pun turun.

Dan seperti biasa, ia ambil tangan kanan waknya, diciumnya seperti mencium tangan situa—kakeknya. Sambil berkata “ aku berangkat dulu ya! ” tanpa suara dengan mulut seperti orang kehabisan suara karena menyanyi atau banyak teriak atau bahkan seperti seorang tuna wicara.

Ia hanya menganggukkan kepalanya, mengijinkan gadis kecil pergi ke sekolah.
Matanya mengikuti langkah si gadis kecil di rel mati. Kosong.

Namun sebelum selesai melewati jalur rel mati itu, gadis kecil melihatnya sedang memutar sepedanya.

Dan pulang.

Ia waknya, si tuli—pak de kesayangannya. Anak pertama si tua.
Memunggungi si gadis.

Matanya berkaca.

Dan ia, si gadis berseragam merah-putih ini masih belum bisa membacanya. Lagi-lagi hanya bisa terdiam.



Ziarah ingatan. Begitu fahd djibran, penulis muda favoritku, mengistilahkannya. Akupun menyukai istilah ini. Kata ziarah biasanya kita gunakan untuk hal yang berkaitan dengan orang yang meninggal, kuburan dan sebagainya. Berziarah adalah mengunjungi kembali, mengenang, mendoakan mereka yang sudah tiada. Ziarah ingatan berarti mengenang kembali, bersilaturahmi lagi dengan kenangan yang tertinggal. Kata fahd, ziarah bukan saja mengenang bagi mereka yang sudah tiada. Kadang-kadang yang paling sering kita lupakan justru kenangan-kenangan indah bersama mereka yang masih hidup. Katanya lagi, kita bisa membuang ingatan, tapi kita tak bisa menolak kenangan. Sebab tak semua yang kita ingat akan kita kenang, tetapi semua yang kita kenang tersimpan baik dalam ingatan.

Si gadis berseragam merahputih kelas tiga itu, yang berambut merah karena sengatan matahari, yang selalu cemas akan keterlambatannya ke sekolah, yang selalu menunggu dua orang tua itu adalah aku, si empunya cerita original ini.

Kisah yang kuceritakan ini adalah bentuk ziarah ingatanku kepada dua laki-laki itu—lelaki yang juga aku cintai, selain ayah. Kalian berdua adalah darah daging ibuku. Bersama ibuku, kalian adalah ladang amal bagiku. Kenangan bersama kalian dan sepeda kumbang itu, takkan ku eliminasi dari sudut pikirku. Apapun yang terjadi selama bermetamorfosanya gadis berseragam merahputih itu hingga kini, baik-buruknya kalian berdua, tak jadi soal. Kalian tetap kuanggap laki-laki baik yang kukenal sejak kecil. Laki-laki baik . Tak lebih dan tak kurang. Kalian, Laki-laki yang juga masuk nominasi akan ku cintai sampai akhir hayat. ;-)

Sepeda kumbang yang baik hati. Terima kasih telah menyelamatkan ku dari terlambat kesekolah. Terimakasih juga telah menemani dua laki-laki itu mencari sesuatu untuk mengisi perut-perut mereka. Sesuatu untuk keluarganya dan sesuatu untuk yang mereka pelihara lainnya, kambing-kambing dan sapi milik orang. Terimakasih telah membuat mereka hidup sederhana, sesederhana dirimu. Tapi yang jelas, kau tak membuat hidup mereka sesederhana itu dimataku. Kau dan kedua laki-laki itu begitu kaya di hatiku.

Begitulah...










Dedikasikan untuk wak idris dan anang saleh, dua insan anak-beranak.
Kisahmu belum tuntas kuceritakan. Ini hanya sekelumit ziarah ingatanku malam ini.





cheers;-)