Sunday, December 20, 2009

Jabat Tanganku, Walau Tuk Terakhir Kali



Lama sekali
ku tak dengar “suaramu”
Mungkin kau juga rasakan itu
Lamaaa.. sekali
Seperti ada tabir yang membuat kita tak pernah berbisik dan bertatap lagi.
Egois
Ya. E—G—O—I—S ,
Ternyata tabir itu—egois,
Egois ku
Dan juga kau
Saling bertahan pada pikiran masing-masing
Hanya bisa mengadili “ku dan mu” dalam pikiran saja
Tak ada kata berbagi lagi
Atau, ingin menjadi sang juara?
jika sang juara hanya menang dalam pertandingan yang seharusnya tak dikompetisikan
Sungguh tak adil,
….
Lama sekali memang ,
Sebuah percakapan kecil yang dulu sering “ku dan mu” lakukan
Walau Sering kali isi percakapan kosong—tapi tak ada sesal dalam diri
Egois “ku dan mu” memaksa hati “ku dan mu” memilih jalannya sendiri
Kini , HAI saja, begitu berat “ku dan mu” ucapkan
SMS pun tak sering terkirim pada “ku dan mu”
“ku dan mu” terperangkap oleh kejahatan egois
Atau lebih tepatnya mengasyikan diri dengannya
menjadikan sang egoisitas sebuah kewajaran

Sudah cukup
cukup kukira tuk akhiri ini,
aku mulai bertengkar dengar egoisku
Hati kecil ini berontak
Sudahlah…
Sudah.
Aku yang harus mengawali,
Kawan, Ku hanya ingin mengatakan—sebelum semuanya kusesali,
Jabat tanganku
Mungkin ini untuk yang terakhir kalinya
Peluk tubuhku
Mungkin peluk ini pun untuk yang terakhir kalinya
Maaf lahir batinku padamu
Kuusap air mata “ku dan mu”
Kini aku pun tahu
Dunia begitu indah—maka aku menangis sepuasnya,


Tabik Nurul,