Monday, April 25, 2011

the end of story, NEKAD




Mobil iring-iringan terus melaju.
Yang tidak saya sangka adalah, saya dan niken ikut andil dalam penyerahan ketum kepihak keluarga suami. Saya tak hanya sekedar numpang pulang dengan mobil iring-iringan tersebut. Namun Kami juga menjadi saksi hidup prosesi sekhidmat itu.
Ah, tuhan. Ada saja caraMu mengajarkan hambanya dalam membaca sesuatu.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 5-6jam, Dan tibalah kami disebuah rumah, dimana mas asfin, suami ketum, tinggal.
Dari dalam mobil, kira-kira berjarak satu-dua meter dari depan rumah ms.asfin, saya melihat janur kuning melengkung.
Dua Lengkungan janur kuning membentuk huruf U terbalik diletakkan tepat dipintu tenda, yang dibuat oleh tuan rumah untuk menyambut sepasang pengantin dan rombongannya.

Tiba-tiba, saya nyeletuk,” lho tum katanya gak ada acara”. Dan ketum menjawab, surprise!

Sepertinya ketum tampak lebih surprise ketimbang saya.
Jangan membayangkan penyambutan besar-besaran seperti pada umumnya. Dirumah ini juga sederhana. Namun tak kehilangan sakralnya.

Dan kamipun, rombongan, turun dengan membawa seserahan dari pihak perempuan. Kemudian diikuti ketum dan sang suami.

Limabelas menit kemudian, dimulailah prosesi penyerahan ketum kepihak keluarga laki-laki.

Prosesi berjalan khidmat.

Selesai.

Ketum pun ditinggal rombongan.

Dan saya juga niken, tak ketinggalan saddam berada dalam perjalanan berikutnya. Bis melaju kencang meninggalkan semua yang tertinggal dikencong.
Dalam bis, saya memutar lagu wild world nya Mr.Big dan saya ikut bernyanyi…

Now that I've lost everything to you. You say you want to start something new.
And it's breaking my heart you're leaving. Baby I'm grieving.

And if you wanna leave take good care. Hope you have a lot of nice things to wear. A lot of nice things turn bad out there. Oh baby, baby, it's a wild world. It's hard to get by just upon a smile. oh baby, it's a wild world. I'll always remember you like a child girl.


Kebisingan menyeruak dari dalam knalpot bis,

Membawa kami Pulang dalam diam.

Sambil membungkus rapi sebuah cerita.

Cerita, yang akan saya kisahkan, pada siapapun.
….

….

Dan saya akan terus berimaji, sampai ayah saya menyanyikan lagu ini buat saya,

You know I've seen a lot of. What the world can do
And it's breaking my heart in two. Coz I never want to see you sad girl
Don't be a bad girl.

But if you wanna leave take good care. Hope you make a lot of nice friends out there. Just remember there's A lot of bad and beware.
baby I love you.

***


Perjalanan yang melelahkan.
Bagi ketum, “perjalanan” nekadnya benar-benar melelahkan. Langkah berani yang sudah kau ambil akan kami tiru, tapi entah kapan?!!!;-)
Bagi kami bertiga, nanox, niken dan nurong, perjalanan nekad 2 hari itu memang melelahkan tapi tak membosankan.

What and where is the next journey girls?!!!!!

See ya!

Heheee….

lanjutan cerita NEKAD




Hampir satu jam perjalanan dengan bela, dari kejauhan ada perempuan berkerudung sedang melambai-lambaikan kedua tangannya. Sosoknya, tak asing bagi mata kami. Ketum berdiri satu meter didepan becak kami sambil tak hentinya senyum mengembang menyambut kami.
Ah, ketum….you look beautiful with that dress….;-)
Kata itu tak sempat saya ucapkan, saat melihatnya menggunakan dress panjang cantik warna putihtulang, dengan motif lucu. Sumringah menyambut kami. Saya tersepona…eh, terpesona….kamu cantik pake gaun itu tum!sumpah?!! sayang, saya tak sempat memotret diri bersamanya menggunakan gaun itu.
I loved your dress.
Aura pengantin terlihat diwajahmu;-)
Sederhana tapi cantik.
Tak berlebih. Cukup buat saya yang memandang.
Gara-gara terpesona melihatmu. Mas asfin, tak terlihat sama sekali…hehee..sumpah!sampe’ gak iling karo mas asfin yang ada disebelahmu tepat. Maapin aye ye ms.asfin…heheeheee….
***
Nyampek rumah ketum, tepatnya saya tak mengingat jam berapa. Yang jelas waktu ashar hampir mendekat.
Rumah sederhana nan cantik, yang tak menggambarkan keangkuhan pemiliknya. Entah kenapa saya menyukainya. Penuh tambak ikan disekelilingnya. Depan belakang, samping kanan-kirinya.
Jembatan kecil dari bamboo yang menggantung diatas sungai didepan rumah ketum, menyambut kaki-kaki kami menuju rumah mungil nan sederhana itu.
Didepan rumah, duduklah seorang anak laki-laki, masih muda, terlihat berantakan, dengan rambut poni menggantung hampir menutupi matanya yang sipit. Yang kemudian baru saya tahu, dia adalah si saddam, adik bungsu ketum. Alah mak… ini dia wajah yang jadi perbincangan kami selama ini.
Untuk yang satu ini saya tak bisa bercerita banyak karena memang belum benar-benar mengenal sosoknya. Kata nanox, adik ketum ini unik mbak…!!! Sayapun meng-iyakan, dan berkata dalam hati “ada penerus zaki, nox…hehee..
Hanya sebatas itu.
***

Suasana akad nikah sudah lewat. Tak ada resepsi. Semua selesai dalam satu hari, jum’at 25 maret 2011. Meski sedikit, suasana pernikahan ketum masih saya rasakan. Memang tak ada janur kuning melengkung di hari dimana kami tiba dirumahnya. Tapi hiasan kertas klobot yang menyilang menghias teras depan rumah, masih belum dilepas. Ada beberapa makanan khas pernikahan yang disuguhkan buat kami, masih sempat kami cecap. Setidaknya, saya merasa bahwa kemarin benar-benar ada acara besar buat ketum. Ketum sudah sah milik orang lain. Bukan lagi tanggung jawab ayah dan ibu.
Kamipun seperti tamu pada umumnya.
Bertamu.
Saya berkata pada niken, ah tak menyangka, kini giliran kita nduk…, yang melakukan aktifitas bertamu ala orang tua, menghadiri undangan pernikahan teman dan aktivitas sejenisnya yang dulu ketika kita masih kecil, aktivitas itu hanya milik para orang tua semata. Tak terasa uda sampai pada giliran kita. Arrrrrrrggggggghhhhhh!!!!tidaakkkkk!!!!
Kenapa begitu cepat!
Kamipun menginap semalam.
Disela-sela menjelang magrib, kami sempat ngobrol kecil bersama ayah dan ibu ketum. Si ibu berceletuk, “…yah seperti ini lah rumah kami mbak…, cicik menikah sederhana. Tidak dirayakan besar-besaran. Karena tepat maret satu tahun yang lalu, kakaknya menikah. Dan cukup besar-besaran, katanya sambil merem-melek menahan pusing dikepalanya.
“…nggak enak sama tetangga. Masak baru saja menikahkan anaknya pertama, mau mengundang tetangga lagi untuk pesta pernikahan anak keduanya. Cicik itu nekad mbk! Sama seperti saya.”
Saya dan niken cuma bisa tersenyum mendengar ibu bercerita segamblang ini kepada kami. Kata nekad terngiang ditelinga! Dalam hati, ya allah…, Ketum, aku salut untuk itu. Nekadmu dengan nekad kami memang berbeda. Nekadmu untuk berjihad. Dan kami tak berani, menyebut kenekad-an kami sebagai “jihad”. Entahlah aku bingung untuk mengistilahkan kenekad-anmu. Tapi yang jelas, kami tak perlu bingung, berbahagia untukmu.
Melihat ibubapak, tak asing mata saya. Seperti yang sering ketum ceritakan kepada saya. Ayahnya seperti ini, ibunya seperti itu, adik-kakak seperti ini itu, dan bla..bla..bla..bla…
Seperti itulah yang saya lihat, apa adanya. Begitu pula dengan ketum. Apa yang saya tahu dan saya lihat tentang diri ketum dijember, baik sifat, karakter; seperti itulah yang terlihat dimata saya ketika berada di lamongan. Tak ada bedanya. Tak munafik.
Jika ada yang bilang demikian.
Ia, hanya belum mengenalnya saja.
***

Perjalanan selanjutnya.
Pulang.
Kami siap-siap mulai jam 03.00 pagi.
Saya dan niken ikut rombongan ketum dan keluarga ke kencong-jember. Saya dan niken menjadi salah satu pengiring seserahan pengantin perempuan yang sudah diminta pihak laki-laki.
Dan saya harus berpisah dengan nanox. Lagi. Entah untuk berapa lama. Saya tidak tahu. Semoga Tuhan melalui menitnya masih menyimpankan kesempatan bertemu lagi. Saya tahu, saya lebay. Saya mengakui itu;D saya sempat berpikir waktu itu, kalau bertemu itu menyenangkan, kenapa harus berpisah. Saya lebay lagi!wakakakkak….
Tapi jujur, entah apa namanya, saya tidak tahu kenapa menjadi demikian.
Sempat juga saya berpikir; jangan-jangan ini adalah perjumpaan terakhir saya dengannya setelah jeda begitu panjang. Akankah ada jeda yang panjang. Lagi? Untuk pertemuan kedua?haha lebay meneh! Bukan hanya nanox, tetapi sahabat-sahabat lain yang sekarang ada disekitar saya, atau sahabat lain yang sekarang tak ada disekeliling saya, juga harus saya “tinggalkan” dan atau ditinggal mereka secara fisik. Sama-sama meninggalkan. Entahlah, pada akhirnya siapa ditinggal siapa dan siapa meninggalkan siapa?Aaaaaarrggghhhh!
Hahaha..saya sudah keluar jalur dari alur cerita.
Maap ye!
Focus. Tiba saatnya saya berpisah dengan nanox di sebuah jalur macet porong. Kami bersalaman sambil berpelukan. Dan sengaja, ia, saya peluk lama. Sebuah preclosing dari closing yang sebenarnya.
Dan kamipun benar-benar berpisah. Saya melihatnya nyata, berada diluar mobil yang kami tumpangi. Goodbye. Closing sesungguhnya.
Hahahaa,….nurong lebay!kata ketum.
Ah, ketum semakin tebal saja air mata saya. Tak tahan untuk tak jatuh!!! Benar-benar lebay.
Saya harus menerima. Denting perpisahan sudah berbunyi. Harus segera diakhiri. Seperti palu hakim yang diketuk, tak bisa diganggu gugat. Saya dan nanox harus jeda lagi.
Dan perjalanan terus berlanjut.
***

NEKAD





(Sebuah Perjalanan:niken,nanox dan nurong)

NEKAD. Perjalanan ini saya namai. Kenapa saya bilang nekad. Karena alasan-alasan terwujudnya perjalanan ini pun tak kalah nekad.

Begini awal ceritanya; ada sebuah kabar bahagia dari salah seorang sahabat dan sekaligus kakak perempuan bagi “adik-adiknya”, termasuk saya didalamnya. Kabar bahagia itu adalah dia akan menikah. Bagai burung perkutut, kami—adik-adiknya, berkicau sana-sini. Berisik. Dan sangat berisik. Kami tak percaya!mungkin itu makna kicauan kami. Maklumlah,, bagi kami, dia sangat cepat dan berani memutuskan untuk mengakhiri masa lajangnya. Khususnya bagi kami yang tahu, meski sedikit, tentang kakak kami tercinta ini. Dan bagi kami ini keputusan yang sangat cepat, meski saya akui itu hanya sepenglihatan mata kabur kami. Tapi mungkin bagi dia, yang tak tertangkap oleh kami, adalah sebuah penantian yang cukup lama dan penuh cerita. Seperti kata Tolstoy, Tuhan maha tahu, tapi DIA menunggu. Menurut saya, kali ini tuhan tak menunggu lagi, DIA menjawab.

Ketidak percayaan kami, saya khususnya, sirna ketika dia menjelaskan sendiri perihal pernikahannya yang akan segera dilaksanakan. Sambil tersipu, dia mengundang saya.
Ah,ketum…. (begitu saya memanggilnya)
Saya terharu, bahagia.
***

Setelah mendapat kabar itu, saya langsung memberitahu sabahat saya yang lain, , mengenai kabar ini. Seperti saya, iapun sock. Meski pada akhirnya, iapun mempercayai ketidakpercayaannya. Seperti kalimat yang ia tulis, “ masa ketum sudah tiba mbak….,”. dan ketidakpercayaannyapun luluh ketika ketum pun mengabarinya.

Dan kami pun, mulai menyusun agenda keberangkatan kami. Lamogan adalah tempat siketum akan melangsungkan pernikahannya. Saya dengan dua teman, yang juga sahabat dekat ketum, niken dan mb.obib—antusias dengan rencana perjalanan ini. Ketum sangat special buat kami, itu juga yang menjadi sebuah alasan kenekatan kami pergi ke Lamongan. Daerah yang belum pernah saya dan niken hampiri. Lamongan masih sebuah imajinasi dalam kepala kami. Tapi untunglah, mb.obib pernah sekali ke rumah ketum, lamongan. Jadi saya bersyukur, ada yang jadi penunjuk jalan diantara kami.
Rencana awal, kami akan berangkat hari jum’at, 25 maret 2011, hari H pernikahan ketum. Saya dan yang lainnya akan berangkat dari jember jam 05.00 pagi dengan kereta logawa. Dan menurut perkiraan, kami akan sampai dirumah ketum jam 13.00 wib. Meski tidak melihat ketum ber-akad, Paling tidak—kami tiba pada hari H, dimana ketum menikah.

Seminggu sebelum pernikahan ketum, rencana berubah. Kami tidak jadi berangkat pada hari jumat. Karena, si nanox masih ada jadwal kerja. Dan kami putuskan, hari sabtu, sehari setelah akad nikah. Niken, mb.obib dan saya sangat antusias ke Lamongan.
Man proposes, God disposes. Manusia berencana, Tuhanlah yang berkendak. Rencana berubah lagi. Kali ini bukan jadwal keberangkatan. Dua hari menjelang keberangkatan kami, sebuah pesan diterima niken “….ada sesuatu yang tak menyamankan perjalanan kita…”, bunyi sms mb.obib. Saya dan niken harus menerima kenyataan ini. Kenyataan dimana, kami berdua pergi kelamongan tanpa mb.obib, sipenunjuk jalan. Mb.obib harus pulang ke banyuwangi. Ada urusan sangat penting. Kami berduapun, pada akhirnya, menerima alasan itu meski dengan wajah murung. Alasan itu penting bagi mb.obib, tapi semangat kenekatan 100 persen yang kami bangun untuk pergi kepernikahan ketum, jauh-jauh hari, sedikit kehilangan nyawa. Tapi saya nggak mau menghentikan semangat ini. Pikir saya, sudah cukup bersusah payah meyakinkan diri untuk tetap pergi kelamongan. apapun yang terjadi, tetap pergi ke lamongan…hahaa, keukeeh nekad!!!!
***

Dan jadilah hanya saya dan niken yang berangkat dari jember, dan seorang teman yang menunggu di st.Sidoarjo. Hanya kami bertiga. Cewek-cewek. Tanpa pejantan dan penujuk jalan. Berbekal sebuah peta buta amatir, yang saya buat berdasarkan penjelasan mb.obib.

Dan jadilah, jam 04.45 subuh, saya dan niken menuju st.jember. Berdua bersepeda motor. Tak pikir panjang, sepeda motor dititipkan, dan kami langsung antri tiket. Dan kereta berangkatlah sudah. Saya dan niken, mengawali perjalanan nekad ini dengan senyum mengembang dan berselimut awan tebal, berkabut. Dingin. Lamongan kami akan menjumpaimu!;D

Tepat pukul 08.45 saya dan niken berhenti di st.Sidorajo, menemui seorang sahabat lain yang ikut rombongan kami (rombongan?!!!hahahaa…).

Meski tidak ada hubungannya dengan acara pernikahan ketum. Saya ingin menceritakan sahabat lain saya, yang satu ini. Nanox, saya memanggilnya. Kami—saya dan dia sudah cukup lama tak bertemu. Wajar, jika saya terharu ketika melihatnya kembali untuk pertamakalinya di st.Sidoarjo. Saya tak bisa menahan mata berkaca-kaca. Dan terjatuhlah, serta senyum yang mengembang tak hentinya. Saya dan dia cukup lama jeda berkomunikasi. Hanya sesekali saja. Tak intents seperti dulu. Ini mungkin yang membuat saya terharu, jeda panjang dari yang namanya ketemu dan ngbrol ngalor-ngidul bareng. Seperti katanya dalam sms, yang berbunga-bunga bertemu saya. saya pun demikian. Dan kamipun lebay……hahaahahaaa…

***

Rute selanjutnya adalah ke terminal bungur (surabaya) dengan kereta komuter dari st.sidoarjo. 15-20 menit kemudian kami sampai depan terminal Bungurasih. Tak lama menunggu, kami sudah berada di dalam bis arah semarang-lamongan. Menurut peta yang saya bawa, kami harus turun di lamongan Plaza. Kemudian naik transportasi yang bernama BELA.

Ini dia yang saya tunggu-tunggu. Si BELA yang dalam bayangan saya, adalah sebuah bis antar kota atau angkutan mewah dari lamongan. Ternyata kami bertiga tidak ada yang tahu satupun bagaimana bentuk BELA, dan apa singkatan Bela itu sendiri. Sampai di depan pintu keluar Plaza lamongan, kami kebingungan mencari si Bela. Panas yang menyengat tanpa ampun, tak menyurutkan kaki-kaki kami mencari bela. Dan akhirnya, kami menemukan Bela yang mojok didepan pintu Plaza. Bela…oh…bela… ternyata kau sebuah becak bermotor. Bela—becak Lamongan. Bela…oh…Bela…. Imajinasi saya tentangmu pun sudah terbayar nyata. Bela…oh..Bela….bentukmu tak secantik namamu. Bela…oh…bela…merananya dikau…..;P

Tawar-menawar harga pun terjadi. Kata ketum, patok harga 25-30 ribu rupiah. Kami menawar 30ribu desa banyu urip untuk tiga orang.
Si driver menyapu wajah kami bertiga, dan kemudian berkata, 45ribu!
Si nanox menawar. 30 pak?! Ya?!
45?!! Kata si driver.
30, pak!
Gak boleh mbak, 45!!! Jalannya susah mbk!
35 wes pak, kata nanox.
Sambil terpaku memandang kami, Ia pun sepakat. Tawar-menawar berakhir. Dan kami bertiga segera menaiki si Bela.
Sepanjang jalan, tak hentinya senyum mengembang. Cengengesan melihat tingkah-pola kami bertiga sendiri, yang duduk bertiga di atas becak lamongan. Bersempit-sempit ria. Untunglah badan kami kurus dan kecil. Minimal sibela tak merana kami duduki…hahaa….

Bela, Alat transportasi unik yang tak terbayangkan sebelumnya oleh pikiran kami. Menyusuri jalan sedikit berbatu, sedikit becek, sedikit tak beradab. Dan sedikit keberatan memuat kami, sibela dengan tanpa mengeluh tetap membunyikan mesinnya. Tak rewel ditengah jalan berbatu dan sedikit menanjak.

Eh…tapi lebih tak beradab menyusuri jalan rumah nyun…heheee.. (waah jadi inget si nyun ; andai nyun ikut! Dan anak-anak ideas yang lain juga ikut, pasti mereka malu naik Bela…hihihiiii). Mengko dadi kemayu la’an. Jalan menuju desa banyu urip, rumah ketum, masih cukup lumayan beraspal halus. Dan tak serepot jalan menuju rumah nyun, haha…nyun maneh;P hihihi…

Satu lagi, Disepanjang perjalanan menuju rumah ketum, yang tak kan ditemui di daerah manapun, tambak-tambak ikan terhampar luas di kanan-kiri jalan. Seluas mata memandang, disitulah tambak berjejer rapi nan hijau. Hampir setiap rumah, memiliki area pertambakan. Sepertinya, lamongan salah satu kota pengahasil tambak terbesar di negeri ini. Jalan tak beradab jadi tak terasa karena pemandangan langka ini. Sebanyak apapun polusi disana, tak kan dapat mengotori udara yang kita hirup, pikir saya. Masih benar-benar asri, meski panas menyengat.