Friday, December 25, 2009

Aku kalah, diselasela jari kakimu



Suara membuncah
Tangis seorang ibu
Iba melihat laku sang putra
Yang tak kenal lagi kata hormat
Kenapa dengan putraku, tanyanya tak paham
Apa yang membuatnya kasar padaku,

Kamu seorang anak laki-laki. Kamu yang tak kuketahui namanya sampai cerita ini kutulis. Anak sulung dari dua bersaudara dengan adik perempuanmu. Laki-laki gagah, kesan pertamaku padamu. Tentunya, perangai baik juga melekat didirimu. Namun, semua terasa kabur setelah ku saksikan lakumu terhadap orangtua dan adik kandungmu malam ini. Tak bisa kupercaya. Lagi-lagi, kisah anak durhaka menyapa mata dan batin kecilku malam ini. Sungguh, bukan maksudku untuk memberi label sepert itu. aku tak punya hak. Tapi, itulah yang kudengar, Terucap gamblang dari mulut seorang perempuan yang melahirkanmu.

Kenapa kau sakiti kami
Stroke ayahmu sudah membuatku pilu
Kini, dengan laku burukmu
Serasa pisau menusukku bertubi-tubi
Pilu ku bertambah

Kelakuan kamu membuat keluargamu menahan malu. Malu yang sengaja kamu torehkan pada bola mata keluargamu. Kamu yang Tak pernah pulang. Bila mood ingin pulangmu datang, Ibu hanya jadi temanmu beradu mulut. Hormatmu tak berbekas.
Sering sekali kamu kirim berita buruk ketelinga adik dan orangtuamu. Sudah menikahlah, punya utanglah, narkobalah, gonta-ganti pacar dan hal-hal buruk lainnya. Kamu menyangkal itu.

Kusembunyikan laku burukmu pada sang ayah kak…
Tapi cuma sementara. Bau busuk bangkai yang ditutupi akhirnya tercium juga. Apalagi setelah, kedatangan seorang perempuan 10 tahun lebih tua darimu mengaku sebagai istrimu ke rumah, stroke ayahmu semakin menjadi. Keesokannya, malapetaka terjadi kembali karena lima orang pemuda bertato bertandang kerumah dengan marah-marah menagih hutangmu.

Kali ini sungguh membuatku tak mengampunimu, ayah terjatuh dari kursi rodanya karena kejang tubuhnya yang bergunjang hebat akibat kedatangan lima pemuda bertato itu mencarimu. Aku marah. Tiba-tiba tak terkendali, melindungi ayah. Mereka pergi saat melihat ayah tumbang dari kursi rodanya. Dan…Kau datang tiba-tiba.

Ayah, kau panggil pria yang tergeletak di atas lantai itu
Ibu menyumpahimu,
Puas kah kau melihat kami seperti ini, ucapnya
Ibu, maafkan aku
….
M-a-a-f ayah
Ucapmu,

Kamu lari masuk kedalam rumah, kau ambil sebaskom air. Tak kamu hiraukan Tanya ibu untuk apa. Air itu kamu siramkan ke kaki ibumu, Dan tanpa rasa jijik, kamu ciumkan wajahmu ke sepasang kaki bergambar surga itu. lama sekali. Sangat lama. Dan…tiba-tiba sang ibu memelukmu. Menangis. Dia mengampunimu, memaafkanmu, tangis dan peluk itu bermakna.

Kemudian, giliran ayahmu. Kamu lakukan hal yang sama di atas kakinya. Kata maaf dan ciuman. Sang ayah tak mampu berucap apapun. Dia juga menangis. Menangisimu. Semua seperti ada yang mengetukmu. Kamu yang kusebut laki-laki gagah itu, kini tak berdaya. Tak berdaya karena kata-kata keramat ibumu.

Tak ada lagi dadamu yang membusung itu.
Tak ada lagi raut wajah yang bengis itu.
Tak ada lagi hati yang membatu itu
Tak ada lagi ucapmu yang sombong
Yang ada hanyalah kekalahan.
Kamu kalah.
KALAH.





Tabik, enha.
Kisahmu akan selalu menghantui sudut pikirku.

Monday, December 21, 2009

selamat hari ibu, mak....


mak...
seiring waktu menempa hidupmu
tak banyak yang kau pinta dari anak-anakmu

mak..
seiring doa yang kau panjatkan buatku dan abang
tak pernah kau sebut pamrihmu

mak...
seiring masa yang kulalui bersamamu
hari ini aku berdiri di hari yang sama, sama persis seperti setahun yang lalu.
sama persis seperti dua tahun yang lalu. dan sama persis seperti duapuluh tahun yang lalu. tapi tak pernah sama sekali bibir ini terucap, selamat hari ibu, buatmu.

mak....
aku tahu, kau tak butuh ucapan itu
kau tak perlu disebut ibu atau perempuan sejati karena kalimat itu.
kau sudah cukup menjadi sejati tanpa sebutan dan ucapan itu.

mak...
anakmu ini penuh (ke)salah(an)
anakmu tak kan mampu membalas segala bentuk kasihsayangmu

mak...
injinkan aku ucap happy mom's day for you. delapanpuluhsatu tahun sudah HARI mu terdeklarasi,untuk menghargai bakti mu kepada keluarga (suami dan anak-anakmu).
diiringi doa tulusku buatmu
doa yang biarlah hanya Tuhan yang tahu
seperti dirimu yang tak pernah memberi tahu isi doamu buatku dan abang.
yang kutahu hanyalah, mengapa tuhan mengabulkan keinginanku tibatiba...
dan..
aku menangis,
itu semua karena doa mu, yang baru aku sadari.


makku,...
kami menyayangimu,


anakmu






waktu jua yang menempaku

Sunday, December 20, 2009

Jabat Tanganku, Walau Tuk Terakhir Kali



Lama sekali
ku tak dengar “suaramu”
Mungkin kau juga rasakan itu
Lamaaa.. sekali
Seperti ada tabir yang membuat kita tak pernah berbisik dan bertatap lagi.
Egois
Ya. E—G—O—I—S ,
Ternyata tabir itu—egois,
Egois ku
Dan juga kau
Saling bertahan pada pikiran masing-masing
Hanya bisa mengadili “ku dan mu” dalam pikiran saja
Tak ada kata berbagi lagi
Atau, ingin menjadi sang juara?
jika sang juara hanya menang dalam pertandingan yang seharusnya tak dikompetisikan
Sungguh tak adil,
….
Lama sekali memang ,
Sebuah percakapan kecil yang dulu sering “ku dan mu” lakukan
Walau Sering kali isi percakapan kosong—tapi tak ada sesal dalam diri
Egois “ku dan mu” memaksa hati “ku dan mu” memilih jalannya sendiri
Kini , HAI saja, begitu berat “ku dan mu” ucapkan
SMS pun tak sering terkirim pada “ku dan mu”
“ku dan mu” terperangkap oleh kejahatan egois
Atau lebih tepatnya mengasyikan diri dengannya
menjadikan sang egoisitas sebuah kewajaran

Sudah cukup
cukup kukira tuk akhiri ini,
aku mulai bertengkar dengar egoisku
Hati kecil ini berontak
Sudahlah…
Sudah.
Aku yang harus mengawali,
Kawan, Ku hanya ingin mengatakan—sebelum semuanya kusesali,
Jabat tanganku
Mungkin ini untuk yang terakhir kalinya
Peluk tubuhku
Mungkin peluk ini pun untuk yang terakhir kalinya
Maaf lahir batinku padamu
Kuusap air mata “ku dan mu”
Kini aku pun tahu
Dunia begitu indah—maka aku menangis sepuasnya,


Tabik Nurul,

Wednesday, December 16, 2009

Jangan PERNAH LEPAS senyummu,



Jangan pernah lepas senyum mu
Karena hanya itulah yang membuatmu menarik napas panjang,dan rasakan hati menguat
Jangan pernah lepas senyummu
Karena hanya itulah yang tanpa disadari telah menebar kekuatandemikekuatan di setiap aliran darah menuju syarafsyaraf tubuhmu
Jangan pernah lepas senyum mu
Karena hanya itulah yang membuatmu mengayuh lebih cepat dari gerak lambatmu
jangan pernah lepas senyummu
Karena hanya itulah yang membuatmu bertahan lebih lama dari waktu yang semakin menyempit
Jangan pernah lepas senyummu
Karena hanya itulah yang membuatmu melihat jalan semakin panjang dari hanya sekedar ganggang buntu
Jangan pernah lepas senyum mu
Karena hanya itu yang membuat orangorang tua terdekatmu berkata “we are old but we are happy”
Jangan pernah lepas senyummu
Karena hanya itulah yang membuat hidup tak pernah menemui senjanya
Jangan pernah lepas senyummu
Teruslah tersenyum, dan katakan pada dunia kalau aku menantangmu!
Teruslah tersenyum
Sampai kau menemukan titik cekungan dipipi yang tak pernah kau temukan sebelumnya



Tabik enha,
Jember, 21 november 2009

Friday, December 11, 2009

don't think twice to read it,

Kawan, kupunya cerita. Mau mendengarnya? Apa?! nggak mau?! Biar kupaksa kau agar dengar baikbaik ceritaku. Denger ya…;-)

Sore hari, saat langit telah berganti warna menjadi kelabu sedikit kehitaman—maghrib menjelang. Aku belum juga beranjak untuk membersihkan diri dan segera bersungkur kepadaNya. Entah kenapa, hari itu penuh kemalasan. Adzan maghrib sudah berlalu 15 menit yang lalu. Masih belum juga beranjak. Malah asik nonton TeVe. Hingga waktu menunjukkan pukul enam, alias Jakarta dan sekitarnya waktunya mengumandangkan adzannya. Dan tiba-tiba saja remot TeVe yang kupegang menekan chanel Metro Tv. Dan…terdengarlah seruan untuk sembahyang. dan kau tau kawan apa yang sedang aku lihat (baca) dalam kalimat-kalimat adzan itu?.

Aku gemetar, hatiku merinding, mataku mulai pedas dan tak sanggup lagi menahan bendungan air mataku. Dan…akhirnya jatuh juga. Aku lemas. Dudukku yang semula berantakan, kemudian sedikit tertata sedikit rapi. Dan segera ber-thoharoh….,
Kawan, hanya ingin berbagi sedikit saja denganmu, tentang sebuah renungan kecil dariku. Renungan tentang suara indah dunia. Suara indah alam untuk keaguanganNya. Suara panggilan dari tuhan . Suara yang biasa mengalun di siang, di sore, di malam dan waktu subuh menjelang. Suara itu biasa kita sebut adzan. Seruan hati yang setiap hari kita dengar lima kali dalam waktu duapuluhempat jam.

Bacalah rentetan waktu berkumandangannya suara adzan di planet bumi ini. Mengagumkan. Don’t think twice to read,,,

Bacalah dengan hatimu. Dengan hatimu. Dengan hatimu,sekali lagi.

Sungguh menakjubkan seperti suaraNya, dan nyata bagi umat muslim di seluruh dunia. Jika melihat pada peta dunia, kita akan menemukan bahwa Indonesia terletak di bagian Timur dari bumi. Pulau-pulau besar di Indonesia adalah Jawa, Sumatera, Kalimantan atau Borneo, dan Sulawesi atau Selebes.

Segera setelah waktu fajar tiba, pada bagian Timur dari Sulawesi, sekitar jam 05.30 waktu setempat, adzan Subuh berkumandang, ribuan muadzin mengumandangkan adzan. Proses ini berlanjut sampai ke bagian barat Indonesia.

Satu setengah jam kemudian setelah adzan di Sulawesi selesai, adzan mulai di Jakarta, kemudian Sumatera dan sebelum proses suara menyenangkan itu berakhir di Indonesia, adzan mulai berkumandang di Malaysia. Kemudian di Burma sekitar 1 jam setelah Jakarta mulai adzan, kemudian berlanjut ke Dakka, ibukota Bangladesh.
Setelah Bangladesh, berlanjut ke bagian barat India, dari Calcuta sampai ke Bombay dan seluruh India bergema oleh suara ‘proklamasi’ ini.

Srinagar dan Sialkot, sebuah kota di bagian utara Pakistan memiliki waktu adzan yang sama. Perbedaan waktu antara Sialkot, Quetta dan Karachi adalah 40 menit dan dalam periode waktu tersebut adzan Subuh terdengar di seluruh Pakistan.

Sebelum selesai di Pakistan, adzan mulai di Afganistan dan Muscat. Perbedaan waktu antara Muscat dan Baghdad adalah 1 jam. Adzan berkumandang di Hijaaz al Muqaddas yang terdapat dua kota suci Mekkah dan Madinah, kemudian Yaman, Uni Emirat Arab, Kuwait, dan Irak. Perbedaan waktu antara Bagdad dan Alexandria di Mesir adalah 1 jam.
Kemudian adzan berlanjut ke Syiria, Mesir, Somalia, dan Sudan. Perbedaan waktu antara barat dan timur Turki adalah satu setengah jam.

Alexandria dan Tripoli, ibukota Libia memiliki perbedaan waktu 1 jam. Proses panggilan adzan berlanjut ke seluruh Afrika. Sehingga suara proklamasi dari Tauhid dan Risalah Nabi yang telah dimulai dari Indonesia hingga akhirnya mencapai Pantai Timur dari Samudera Atlantik memakan waktu 9 setengah jam.

Sebelum adzan Subuh mencapai Samudera Atlantik, adzan Zuhur telah dimulai di bagian timur Indonesia, dan sebelum sampai di Dacca Bangladesh, adzan Ashar telah dimulai.
Setelah mencapai Jakarta dalam waktu satu setengah jam kemudian waktu maghrib sampai di Sulawesi. Saat mudzin di Indonesia mengumandangkan adzan Subuh, muadzin di Afrika mengumandangkan adzan Isya.

Jika kita mempertimbangkan fenomena ini secara keseluruhan, kita dapat menyimpulkan suatu fakta yang menakjubkan, yaitu tidak ada sedetikpun waktu terlewat di dunia ini tanpa suara adzan dari muadzin di muka Bumi ini. Bahkan saat Anda membaca posting ini sekarang, yakinlah bahwa sedikitnya ada ribuan orang yang sedang mengumandangkan dan mendengarkan adzan.

Adzan itu terus berkumandang di muka Bumi dan langit ini selama-lamanya dan tiada henti-hentinya sedikitpun bersahut-sahutan selama 24 jam dalam sehari selama seminggu penuh, selama sebulan, sepanjang tahun, sampai hari akhir nanti Insya Allah, Subhanallah ….

Semoga kita juga tetap menyebut nama Allah selama kita masih bernafas. (sumber metro tv)

Amin.

Apa? Apakah aku tidak salah dengar kau berucap amin juga? Kata pak Mario Teguh, ucapkan amin dengan hatimu saat ucapan,harapan dan doa-doa kebaikan sedang kita dengar.

Jika hatimu belum “berkutik”, setelah membaca renungan ini cobalah baca sekali lagi. Jika belum juga, segeralah mandi…hehe, mungkin ilmu kecil ini sedang tak mau mendekatimu. jika belum juga, wahwah…bahaya tuh! Mungkin karena seringnya kita mendengar seruan itu, terlihat tak ada yang istimewa. Dari kecil, saat diri terlahir kedunia, telinga mungil kita sudah dikumandangkan adzan. Orangtua berkata, agar kita mengenal siapa pencipta kita sejak dini. Saat kembali menghadapNya pun, adzan indah berkumandang disetiap sisi ruang lahat yang akan kita tinggali sementara, hingga ditiupnya sangkakala oleh Mikail AS, pertanda kiamat.

Jika kau punya waktu luangkanlah sejenak atau dengan sengaja memberi kesempatan diri untuk mendengar, menjawab, membaca, dan merenungi setiap deretan kalimat penuh semantik itu di metro tv. Mungkin ilustrasi (sebuah globe dunia) yang menyelingi adzan maghrib berkumandang, membuatmu dinding hatimu sedikit “bergetar” karena KebesaranNya.

Tabik,nurul.

Sunday, November 8, 2009

butterflymu,butterflyku,,



Dia—perempuanku, yang dulu kulihat membawa sebuah bungkusan besar berisi baju baru yang siap dijajakan,
Dia—perempuanku, yang dulu kulihat tangannya yang lincah menulis catatan kecil sebagai bukti,
Dia—perempuanku, yang dulu kulihat duduk didepan sebuah mesin yang bertuliskan “butterfly”, dan ternyata sudah beratus-ratus helai kain yang ia sulap menjadi layak pakai,
Dia—perempuanku, yang dulu cepat sekali memutar otak—demi penghidupan yang lebih,
Dia—perempuanku, yang dulu sering aku tunggu kepulangannya, tapi jarang sekali menjumpainya—karena aku sudah terlelap,
Dia—perempuanku, yang dulu kulihat di pagi hari saja—karena ia harus kembali mengukur jalan ,
Dia—perempuanku, yang tiap pagi mengantarku sampai depan gerbang sekolah,
Dia—perempuanku, yang dulu tak pernah ku inginkan menjadi seperti dirinya—terlalu sibuk,
Dia—perempuanku, yang dulu sering kubuat marah, karena menurutnya aku tak patuh
Dia—perempuanku, yang sering membuatku menangis,
Dia—perempuanku, yang dulu berwarna putih,
Dia—perempuanku, yang dulu karena kepolosannya—sering di-kadali
Dia—perempuanku,
Kini,
Dia—perempuanku, yang kini kubuat menangis—harus melepaskanku
Dia—perempuanku, yang kini kubuat menunggu kepulanganku,
Dia—perempuanku, yang kini hanya ingin menikmati hidup dan anak-anaknya,
Dia—perempuanku, yang masih saja berwarna putih,
Dia—perempuanku, siapa saja kau tolong, dan masih saja bermain—tak pernah takut akan menjadikan tanganmu kotor,
Dia—perempuanku, yang kini sering kali membuatku rindu serindu-rindunya,
Dia—perempuanku, aku rindu butterfly mu, ayunan kakimu yang menghasilkan sepasang baju dengan motif bunga-bunga menghiasi, senangku bukan kepalang,
Dia—perempuanku, yang ternyata butterfly itu sudah menjadi sebuah karakter dalam dirimu— indah, colourfull,mengibaskan sayap-sayapnya tanpa kenal lelah, demi kebahagian orang terkasihmu,
Dia—perempuanku, yang kini ternyata butterfly itu tak hanya masuk menelusup dalam dirimu—aku juga
Dia—perempuanku, butterfly itu menginspirasiku untuk menjadi seperti dirimu—mewarnai indah dunia,
Dia—perempuanku dan butterfly-nya,
Dia—perempuanku, butterfly-mu, butterly-ku



Perempuan yang sangat kucinta—ibu,