Friday, April 20, 2012

MEMBUKA GERBANG KEPEDULIAN UNTUK SAHABAT KECIL

  

Mendidik tak hanya menjadi tugas seorang guru atau yang punya jabatan sekelas oemar bakrie. Mendidik adalah tugas setiap orang terdidik. Maka, jika ada anak-anak di negeri ini tak terdidik. Telak, ini adalah kesalahan orang terdidik negeri ini. Dan jika masih ada anak-anak tak terdidik di “negeri” (baca: kampung) saya, maka ini adalah “dosa” saya.
Inspirasi, anies baswedan.



Pikiran ini tak henti-hentinya menggambarkan kondisi kampung masa kecil saya, lingkungan,  anak-anak kecil, dan remaja di sekitar rumah saya. Entahlah, ada kegelisahan dikampung kecil saya. Pikiran saya sangat ramai, ribut tak karuan. Tapi saya tak sedang kacau. Yang benar, saya (baca:pikiran) sedang meracau. 

Dari kegelisahan itu, saya perna punya “cita-cita” untuk membangun sebuah wadah anak-anak remaja kampung saya, untuk berkumpul dan berkarya. Sebuah wadah atau tempat mengasah kreativitas kaum muda kampung ini. Semua untuk menghidupkan kampung saya yang “lesu”. Kaum muda yang terpinggirkan. Kaum muda yang tak tahu kemana arah kaki akan melangkah. 

 Tapi bagaimana? Mungkinkah itu terwujud. Saya gelisah. Benar-benar tak tahu bagaimana merealisasikan “mimpi” itu. 

Mungkin saya naif.

Tapi saya meyakini.

Apa arti racauan dikepala saya ini!!!

Hah!

Sepertinya harus ada yang saya lakukan untuk “negeri kecil” saya. Negeri kecil atau kampung saya butuh figur yang menginspirasi. Terutama untuk anak-anak. Mungkin saya tak pantas untuk jadi inspirasi mereka. Tapi, jika saya harus menunggu orang lain datang untuk menginspirasi atau menjadi inspirator, KAPAN? Saya  sudah tak “betah” lagi! 

Saya harus mulai saat ini. Mulai dari diri saya. Saya ingin “bangun” kampung ini, melalui berbagi sesuatu dengan anak-anak. Kenapa saya mulai dengan anak-anak. Karena anak-anak mudah untuk diajak. Paling tidak ketika anak-anak sudah bisa saya rangkul, para orang tua akan mudah mengikuti. Setidaknya, mereka melihat perkembangan anak-anaknya. Dan mereka akan belajar dengan sendirinya.

Saya tahu, saya muluk-muluk. 

Saya sadar, saya terlalu beyond imagination. Tapi...

Ah, entahlah... biarkan suara sumbang itu berkicau kacau. Saya akan tetap berbuat...

Apapun. Sekarang.

Saat ini, yang saya punya hanya ilmu dan buku. Meski dua-duanya masih sangat-sangat sederhana. Dan perlu terus diasah dan di tambah...

Saya tahu diri.

Yang jelas saya akan terus berdiri dan terus berjalan agar suara sumbang itu gugur satu demi satu...

Saya mulai dengan buku.

Dengan buku—berbagi ilmu, berbagi cerita, berbagi semangat, berbagi cinta dan berbagi mimpi. Saya percaya dengan kata-kata Lennon, a dream you dream alone is only a dream, but a dream you dream together is reality. Dan saya sedang mencoba mempercainya dan akan terus mempercayainya bahwa keyakinan ini benar adanya. 

Jika anak-anak “Indonesia Mengajar” datang kepelosok negeri untuk menginspirasi anak-anak di kampung orang, saya akan berusaha terus memberi semangat pada diri dan terus semangat menyemangati orang lain: “menginspirasi” anak-anak dikampung kecil saya. Karena saat ini, mereka “butuh” saya.

Saya pernah berkata, bahwa saya tak ingin menjadi guru. Guru yang berada dalam kelas, dengan waktu dan tempat yang teratur dan diatur. Saya tak ingin. 

Saya hanya ingin, berbagi ilmu, inspirasi, dan semangat dengan anak-anak, atau siapapun, dan dimanapun. Kelas sangat membatasi keinginan saya itu. 

Maka, inilah yang saya lakukan.

Saya rangkul sepupu-sepupu saya dan kawan-kawan seusianya untuk belajar bersama. Pada awalnya, saya membantu mereka menyelesaikan tugas sekolah dan memberikan kelas tambahan, belajar bahasa inggris. Inilah awal mulanya.

Ide untuk membuka rumah baca, berangsur mulai terealisasi meski ala kadarnya. Semua masih serba sederhana. Rumah baca masih berjalan melambat. Namun, geliat anak-anak seperti cacing kepanasan. Bergerak kesana-kemari. Semangat tak terbendung. Saya benar-benar mengejar semangat itu, agar seimbang.

Koleksi yang saya miliki saat ini kurang lebih sebanyak 150-an buku yang terdiri dari novel, buku agama, pengetahuan umum yang berasal dari dana pribadi. Semua koleksi hanya untuk usia remaja dan dewasa. Keterbatasan pembiayaan dalam pengadaan buku yang saya hadapi, membuat saya tak mampu meningkatkan jenis-jenis buku bacaan yang inspiratif untuk anak-anak.

Tapi saya akan terus mengusahakannya, meski hanya satu demi satu buku anak-anak yang saya beli tiap bulannya.

Dan...

Sejak akhir Desember 2011, saya mulai benar-benar “mengkonsep” belajar mereka. Lima bulan terakhir ini, saya membaca mereka. Kelompok belajar dan bermain di rumah baca tanpa nama, saya sematkan di dada-dada mereka. Sejak itu pula, mereka menyandang nama “SAHABAT KECIL”. 

Kenapa namanya Sahabat Kecil?

Saya ingin, sebelum mereka mengenal kata musuh, sahabat adalah kata pertama yang akan mereka ingat dan menjadi pegangan hidup mereka. Mereka akan lebih mencintai kata sahabat, teman atau kawan dari pada musuh atau lawan. Meski saya tak menampik, bahwa musuh dan lawan adalah kawan karib seorang sahabat atau teman.  Paling tidak mereka akan berpikir dua kali untuk bermusuhan. 

Teladan kecil, sungguh dibutuhkan untuk anak-anak seusia mereka. 

Selama lima bulan terakhir, anak-anak yang aktif masih sekitar 10 orang. Padahal banyak anak-anak kecil dikampung saya yang perlu dibina, diberdayakan spirit hidupnya. Namun, karena alasan “malu” mereka tak mau diajak belajar bersama. Tipikal anak-anak sebuah kampung dan kondisi masyarakat (baca: orang tua) yang masih awan tentang hal ini. Perlu pendekatan yang lebih. Sosialisasi rumah baca dan belajar ini saya lakukan secara sederhana, dari mulut ke mulut. Atau lebih jelasnya, saya lakukan dengan mengajak kesepuluh anak-anak “pioner” ini berjalan-jalan sambil belajar di hutan atau bukit sekitar rumah. Saya tetap optimis, bersama anak-anak kesepuluh ini bisa memberikan nuansa baru kepada masyarakat dalam berpikir tentang pendidikan (baca:ilmu).
Dalam bahasa sederhana, saya merumuskan beberapa tujuan rumah baca  (belajar dan bermain) sebagai berikut: 

Mempermudah anak – anak dan remaja mendapatkan buku referensi sekolah.
Mendekatkan anak-anak dan remaja dengan buku.
Memberikan anak –anak dan remaja kegiatan bermutu lewat membaca.
Meningkatkan kualitas dan kuantitas buku Rumah Baca sehingga bisa bermanfaat bagi seluruh masyarakat dan kampung ini.
Menularkan semangat hidup melalui buku-buku inspiratif.

Untuk meramaikan Rumah baca tersebut, ada beberapa kegiatan yang dapat menstimulus anak-anak untuk datang dan belajar. Beberapa kegiatan tersebut adalah: 

  Membantu anak-anak SD mengerjakan PR
  Fun with English
  Membaca Bersama (Reading Group)
  Belajar Menulis (Pengenalan Creative Writing)
  Bercerita
  Game/Permainan tradisional
  Painting/Drawing
  Kliping
  Outbond (Bocah Petualang)
  Bersepeda Bersama (Beautiful Bikers Community)
 Nobar (Nonton Bareng) film-film inspiratif
 Computer Course (Menyusul setelah ada dana)

Inilah sekelumit tentang mereka, sahabat kecil saya, dan rumah baca tanpa nama. Semua terkisah apa adanya karena memang begitu adanya. Semoga saya masih terus bersemangat diri dan semangat untuk menularkan ilmu-ilmu tuhan yang berserakan di muka bumi.