Mendidik tak
hanya menjadi tugas seorang guru atau yang punya jabatan sekelas oemar bakrie.
Mendidik adalah tugas setiap orang terdidik. Maka, jika ada anak-anak di negeri
ini tak terdidik. Telak, ini adalah kesalahan orang terdidik negeri ini. Dan
jika masih ada anak-anak tak terdidik di “negeri” (baca: kampung) saya, maka
ini adalah “dosa” saya.
Inspirasi,
anies baswedan.
Pikiran ini tak henti-hentinya menggambarkan kondisi
kampung masa kecil saya, lingkungan, anak-anak kecil, dan remaja di sekitar rumah
saya. Entahlah, ada kegelisahan dikampung kecil saya. Pikiran saya sangat
ramai, ribut tak karuan. Tapi saya tak sedang kacau. Yang benar, saya
(baca:pikiran) sedang meracau.
Dari kegelisahan itu, saya perna punya “cita-cita”
untuk membangun sebuah wadah anak-anak remaja kampung saya, untuk berkumpul dan
berkarya. Sebuah wadah atau tempat mengasah kreativitas kaum muda kampung ini.
Semua untuk menghidupkan kampung saya yang “lesu”. Kaum muda yang terpinggirkan.
Kaum muda yang tak tahu kemana arah kaki akan melangkah.
Tapi bagaimana?
Mungkinkah itu terwujud. Saya gelisah. Benar-benar tak tahu bagaimana
merealisasikan “mimpi” itu.
Mungkin saya naif.
Tapi saya meyakini.
Apa arti racauan dikepala saya ini!!!
Hah!
Sepertinya harus ada yang saya lakukan untuk “negeri
kecil” saya. Negeri kecil atau kampung saya butuh figur yang menginspirasi. Terutama
untuk anak-anak. Mungkin saya tak pantas untuk jadi inspirasi mereka. Tapi,
jika saya harus menunggu orang lain datang untuk menginspirasi atau menjadi
inspirator, KAPAN? Saya sudah tak
“betah” lagi!
Saya harus mulai saat ini. Mulai dari diri saya. Saya
ingin “bangun” kampung ini, melalui berbagi sesuatu dengan anak-anak. Kenapa
saya mulai dengan anak-anak. Karena anak-anak mudah untuk diajak. Paling tidak
ketika anak-anak sudah bisa saya rangkul, para orang tua akan mudah mengikuti.
Setidaknya, mereka melihat perkembangan anak-anaknya. Dan mereka akan belajar
dengan sendirinya.
Saya tahu, saya muluk-muluk.
Saya sadar, saya terlalu beyond imagination. Tapi...
Ah, entahlah... biarkan suara sumbang itu berkicau
kacau. Saya akan tetap berbuat...
Apapun. Sekarang.
Saat ini, yang saya punya hanya ilmu dan buku. Meski
dua-duanya masih sangat-sangat sederhana. Dan perlu terus diasah dan di
tambah...
Saya tahu diri.
Yang jelas saya akan terus berdiri dan terus berjalan
agar suara sumbang itu gugur satu demi satu...
Saya mulai dengan buku.
Dengan buku—berbagi ilmu, berbagi cerita, berbagi
semangat, berbagi cinta dan berbagi mimpi. Saya percaya dengan kata-kata
Lennon, a dream you dream alone is only a dream, but a dream you dream together
is reality. Dan saya sedang mencoba mempercainya dan akan terus
mempercayainya bahwa keyakinan ini benar adanya.
Jika
anak-anak “Indonesia Mengajar” datang kepelosok negeri untuk menginspirasi
anak-anak di kampung orang, saya akan berusaha terus memberi semangat pada diri
dan terus semangat menyemangati orang lain: “menginspirasi” anak-anak dikampung
kecil saya. Karena saat ini, mereka “butuh” saya.
Saya
pernah berkata, bahwa saya tak ingin menjadi guru. Guru yang berada dalam
kelas, dengan waktu dan tempat yang teratur dan diatur. Saya tak ingin.
Saya
hanya ingin, berbagi ilmu, inspirasi, dan semangat dengan anak-anak, atau
siapapun, dan dimanapun. Kelas sangat membatasi keinginan saya itu.
Maka, inilah yang saya lakukan.
Saya
rangkul sepupu-sepupu saya dan kawan-kawan seusianya untuk belajar bersama.
Pada awalnya, saya membantu mereka menyelesaikan tugas sekolah dan memberikan
kelas tambahan, belajar bahasa inggris. Inilah awal mulanya.
Ide
untuk membuka rumah baca, berangsur mulai terealisasi meski ala kadarnya. Semua
masih serba sederhana. Rumah baca masih berjalan melambat. Namun, geliat
anak-anak seperti cacing kepanasan. Bergerak kesana-kemari. Semangat tak
terbendung. Saya benar-benar mengejar semangat itu, agar seimbang.
Koleksi
yang saya miliki saat ini kurang lebih sebanyak 150-an buku yang terdiri dari
novel, buku agama, pengetahuan umum yang berasal dari dana pribadi. Semua
koleksi hanya untuk usia remaja dan dewasa. Keterbatasan pembiayaan dalam
pengadaan buku yang saya hadapi, membuat saya tak mampu meningkatkan
jenis-jenis buku bacaan yang inspiratif untuk anak-anak.
Tapi saya akan terus
mengusahakannya, meski hanya satu demi satu buku anak-anak yang saya beli tiap
bulannya.
Dan...
Sejak
akhir Desember 2011, saya mulai benar-benar “mengkonsep” belajar mereka. Lima
bulan terakhir ini, saya membaca mereka. Kelompok belajar dan bermain di rumah
baca tanpa nama, saya sematkan di dada-dada mereka. Sejak itu pula, mereka
menyandang nama “SAHABAT KECIL”.
Kenapa namanya Sahabat Kecil?
Saya
ingin, sebelum mereka mengenal kata musuh, sahabat adalah kata pertama yang
akan mereka ingat dan menjadi pegangan hidup mereka. Mereka akan lebih mencintai
kata sahabat, teman atau kawan dari pada musuh atau lawan. Meski saya tak
menampik, bahwa musuh dan lawan adalah kawan karib seorang sahabat atau
teman. Paling tidak mereka akan berpikir
dua kali untuk bermusuhan.
Teladan kecil, sungguh
dibutuhkan untuk anak-anak seusia mereka.
Selama
lima bulan terakhir, anak-anak yang aktif masih sekitar 10 orang. Padahal
banyak anak-anak kecil dikampung saya yang perlu dibina, diberdayakan spirit
hidupnya. Namun, karena alasan “malu” mereka tak mau diajak belajar bersama.
Tipikal anak-anak sebuah kampung dan kondisi masyarakat (baca: orang tua) yang
masih awan tentang hal ini. Perlu pendekatan yang lebih. Sosialisasi rumah baca
dan belajar ini saya lakukan secara sederhana, dari mulut ke mulut. Atau lebih
jelasnya, saya lakukan dengan mengajak kesepuluh anak-anak “pioner” ini
berjalan-jalan sambil belajar di hutan atau bukit sekitar rumah. Saya tetap
optimis, bersama anak-anak kesepuluh ini bisa memberikan nuansa baru kepada
masyarakat dalam berpikir tentang pendidikan (baca:ilmu).
Dalam
bahasa sederhana, saya merumuskan beberapa tujuan rumah baca (belajar dan bermain) sebagai berikut:
Mempermudah
anak – anak dan remaja mendapatkan buku referensi sekolah.
Mendekatkan
anak-anak dan remaja dengan buku.
Memberikan
anak –anak dan remaja kegiatan bermutu lewat membaca.
Meningkatkan
kualitas dan kuantitas buku Rumah Baca sehingga bisa bermanfaat bagi seluruh
masyarakat dan kampung ini.
Menularkan semangat hidup melalui
buku-buku inspiratif.
Untuk
meramaikan Rumah baca tersebut, ada beberapa kegiatan yang dapat menstimulus
anak-anak untuk datang dan belajar. Beberapa kegiatan tersebut adalah:
Membantu anak-anak SD mengerjakan PR
Fun with English
Membaca Bersama (Reading Group)
Belajar Menulis (Pengenalan Creative Writing)
Bercerita
Game/Permainan tradisional
Painting/Drawing
Kliping
Outbond (Bocah Petualang)
Bersepeda Bersama (Beautiful Bikers
Community)
Nobar (Nonton Bareng) film-film inspiratif
Computer Course (Menyusul setelah ada
dana)
Inilah sekelumit tentang mereka, sahabat
kecil saya, dan rumah baca tanpa nama. Semua terkisah apa adanya karena memang
begitu adanya. Semoga saya masih terus bersemangat diri dan semangat untuk
menularkan ilmu-ilmu tuhan yang berserakan di muka bumi.