Monday, April 25, 2011

lanjutan cerita NEKAD




Hampir satu jam perjalanan dengan bela, dari kejauhan ada perempuan berkerudung sedang melambai-lambaikan kedua tangannya. Sosoknya, tak asing bagi mata kami. Ketum berdiri satu meter didepan becak kami sambil tak hentinya senyum mengembang menyambut kami.
Ah, ketum….you look beautiful with that dress….;-)
Kata itu tak sempat saya ucapkan, saat melihatnya menggunakan dress panjang cantik warna putihtulang, dengan motif lucu. Sumringah menyambut kami. Saya tersepona…eh, terpesona….kamu cantik pake gaun itu tum!sumpah?!! sayang, saya tak sempat memotret diri bersamanya menggunakan gaun itu.
I loved your dress.
Aura pengantin terlihat diwajahmu;-)
Sederhana tapi cantik.
Tak berlebih. Cukup buat saya yang memandang.
Gara-gara terpesona melihatmu. Mas asfin, tak terlihat sama sekali…hehee..sumpah!sampe’ gak iling karo mas asfin yang ada disebelahmu tepat. Maapin aye ye ms.asfin…heheeheee….
***
Nyampek rumah ketum, tepatnya saya tak mengingat jam berapa. Yang jelas waktu ashar hampir mendekat.
Rumah sederhana nan cantik, yang tak menggambarkan keangkuhan pemiliknya. Entah kenapa saya menyukainya. Penuh tambak ikan disekelilingnya. Depan belakang, samping kanan-kirinya.
Jembatan kecil dari bamboo yang menggantung diatas sungai didepan rumah ketum, menyambut kaki-kaki kami menuju rumah mungil nan sederhana itu.
Didepan rumah, duduklah seorang anak laki-laki, masih muda, terlihat berantakan, dengan rambut poni menggantung hampir menutupi matanya yang sipit. Yang kemudian baru saya tahu, dia adalah si saddam, adik bungsu ketum. Alah mak… ini dia wajah yang jadi perbincangan kami selama ini.
Untuk yang satu ini saya tak bisa bercerita banyak karena memang belum benar-benar mengenal sosoknya. Kata nanox, adik ketum ini unik mbak…!!! Sayapun meng-iyakan, dan berkata dalam hati “ada penerus zaki, nox…hehee..
Hanya sebatas itu.
***

Suasana akad nikah sudah lewat. Tak ada resepsi. Semua selesai dalam satu hari, jum’at 25 maret 2011. Meski sedikit, suasana pernikahan ketum masih saya rasakan. Memang tak ada janur kuning melengkung di hari dimana kami tiba dirumahnya. Tapi hiasan kertas klobot yang menyilang menghias teras depan rumah, masih belum dilepas. Ada beberapa makanan khas pernikahan yang disuguhkan buat kami, masih sempat kami cecap. Setidaknya, saya merasa bahwa kemarin benar-benar ada acara besar buat ketum. Ketum sudah sah milik orang lain. Bukan lagi tanggung jawab ayah dan ibu.
Kamipun seperti tamu pada umumnya.
Bertamu.
Saya berkata pada niken, ah tak menyangka, kini giliran kita nduk…, yang melakukan aktifitas bertamu ala orang tua, menghadiri undangan pernikahan teman dan aktivitas sejenisnya yang dulu ketika kita masih kecil, aktivitas itu hanya milik para orang tua semata. Tak terasa uda sampai pada giliran kita. Arrrrrrrggggggghhhhhh!!!!tidaakkkkk!!!!
Kenapa begitu cepat!
Kamipun menginap semalam.
Disela-sela menjelang magrib, kami sempat ngobrol kecil bersama ayah dan ibu ketum. Si ibu berceletuk, “…yah seperti ini lah rumah kami mbak…, cicik menikah sederhana. Tidak dirayakan besar-besaran. Karena tepat maret satu tahun yang lalu, kakaknya menikah. Dan cukup besar-besaran, katanya sambil merem-melek menahan pusing dikepalanya.
“…nggak enak sama tetangga. Masak baru saja menikahkan anaknya pertama, mau mengundang tetangga lagi untuk pesta pernikahan anak keduanya. Cicik itu nekad mbk! Sama seperti saya.”
Saya dan niken cuma bisa tersenyum mendengar ibu bercerita segamblang ini kepada kami. Kata nekad terngiang ditelinga! Dalam hati, ya allah…, Ketum, aku salut untuk itu. Nekadmu dengan nekad kami memang berbeda. Nekadmu untuk berjihad. Dan kami tak berani, menyebut kenekad-an kami sebagai “jihad”. Entahlah aku bingung untuk mengistilahkan kenekad-anmu. Tapi yang jelas, kami tak perlu bingung, berbahagia untukmu.
Melihat ibubapak, tak asing mata saya. Seperti yang sering ketum ceritakan kepada saya. Ayahnya seperti ini, ibunya seperti itu, adik-kakak seperti ini itu, dan bla..bla..bla..bla…
Seperti itulah yang saya lihat, apa adanya. Begitu pula dengan ketum. Apa yang saya tahu dan saya lihat tentang diri ketum dijember, baik sifat, karakter; seperti itulah yang terlihat dimata saya ketika berada di lamongan. Tak ada bedanya. Tak munafik.
Jika ada yang bilang demikian.
Ia, hanya belum mengenalnya saja.
***

Perjalanan selanjutnya.
Pulang.
Kami siap-siap mulai jam 03.00 pagi.
Saya dan niken ikut rombongan ketum dan keluarga ke kencong-jember. Saya dan niken menjadi salah satu pengiring seserahan pengantin perempuan yang sudah diminta pihak laki-laki.
Dan saya harus berpisah dengan nanox. Lagi. Entah untuk berapa lama. Saya tidak tahu. Semoga Tuhan melalui menitnya masih menyimpankan kesempatan bertemu lagi. Saya tahu, saya lebay. Saya mengakui itu;D saya sempat berpikir waktu itu, kalau bertemu itu menyenangkan, kenapa harus berpisah. Saya lebay lagi!wakakakkak….
Tapi jujur, entah apa namanya, saya tidak tahu kenapa menjadi demikian.
Sempat juga saya berpikir; jangan-jangan ini adalah perjumpaan terakhir saya dengannya setelah jeda begitu panjang. Akankah ada jeda yang panjang. Lagi? Untuk pertemuan kedua?haha lebay meneh! Bukan hanya nanox, tetapi sahabat-sahabat lain yang sekarang ada disekitar saya, atau sahabat lain yang sekarang tak ada disekeliling saya, juga harus saya “tinggalkan” dan atau ditinggal mereka secara fisik. Sama-sama meninggalkan. Entahlah, pada akhirnya siapa ditinggal siapa dan siapa meninggalkan siapa?Aaaaaarrggghhhh!
Hahaha..saya sudah keluar jalur dari alur cerita.
Maap ye!
Focus. Tiba saatnya saya berpisah dengan nanox di sebuah jalur macet porong. Kami bersalaman sambil berpelukan. Dan sengaja, ia, saya peluk lama. Sebuah preclosing dari closing yang sebenarnya.
Dan kamipun benar-benar berpisah. Saya melihatnya nyata, berada diluar mobil yang kami tumpangi. Goodbye. Closing sesungguhnya.
Hahahaa,….nurong lebay!kata ketum.
Ah, ketum semakin tebal saja air mata saya. Tak tahan untuk tak jatuh!!! Benar-benar lebay.
Saya harus menerima. Denting perpisahan sudah berbunyi. Harus segera diakhiri. Seperti palu hakim yang diketuk, tak bisa diganggu gugat. Saya dan nanox harus jeda lagi.
Dan perjalanan terus berlanjut.
***

No comments:

Post a Comment